search:
|
PinTertainment

Teater Koma Bakal Pentaskan Matahari Papua, Naskah Terakhir Nano Rintiarno

ragil dwisetya utami/ Kamis, 30 Mei 2024 03:30 WIB
Teater Koma Bakal Pentaskan Matahari Papua, Naskah Terakhir Nano Rintiarno

Teater Koma dan Bakti Budaya Djarum Foundation akan menghadirkan Matahari Papua, di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki pada 7-9 Juni 2024. Foto: PINUSI.COM/Ragil Dwisetya Utami


PINUSI.COM - Teater Koma dan Bakti Budaya Djarum Foundation akan menghadirkan produksi terbarunya yang betajuk Matahari Papua, di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki pada 7-9 Juni 2024.

Karya ke-230 ini menjadi naskah terakhir dan juga bentuk mengenang sang pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno atau kerap disapa N Rintiarno.

"Selama 47 tahun, Teater Koma konsisten menghibur dan memperkaya wawasan para penikmat seni, dengan beragam kisah yang sarat pesan moral dan nilai-nilai positif."

"Matahari Papua ini memiliki makna yang sangat mendalam, terutama saya pribadi sudah cukup mengenal beliau, terutama cinta kepada dunia teater."

"Selama hidupnya, Mas Nano memberikan kontribusi luar biasa, dan karya-karyanya selalu penuh makna dan menyentuh hati."

"Semoga naskah terakhir ini yang akan dipertunjukkan akan menyemangati generasi penerus, terutama Teater Koma, untuk menghargai seni budaya kita," tutur Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, saat konferensi pers di Galeri Indonesia Kaya (29/5/2024).

Selain Renitasari, Ratna Rintiarto sebagai produser dan istri mendiang, juga mengungkapkan hal yang sama. 

"Setelah Pak Nano tidak ada, jadinya penata artistik juga dipanggil."

"Memang saat Mas Nano masih ada, naskah ini sudah menjadi obrolan, terutama ke pihak lain di Teater Koma."

"Project yang sudah lama ini menyampaikan mengenai kemerdekaan secara universal dan individual."

"Kembalinya kami tampil di Graha Bakti Budaya menjadi kesan tersendiri, karena tempat ini menjadi saksi bisu pertunjukan teater koma."

"Meski kini tanpa Mas Nano, kami tidak akan berhenti begerak."

"Seperti nama teater ini, tidak pernah titik, selalu koma."

"Karya ini ada cikal bakalnya sebenarnya."

"Berawal dari pengamatan bapak sendiri yang melihat ada kisah naga di Papua."

"Nah, dia ulik lagi dan akhirnya dibuat versi panjangnya."

"Jadi di sini Biwar bukan hanya berhadapan dengan naga saja, tetapi juga ada pasukannya sendiri sesama binatang, seperti biawak salah satunya,"  beber Ratna Rintiarto.

Matahari Papua mengisahkan pemuda bernama Biwar yang menolong Nadiva dari tiga biawak yang meneror tanah Papua. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: ragil dwisetya utami

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook