search:
|
PinNews

Terima Izin Tambang, PBNU Akui Dibully Habis-habisan

Rabu, 26 Jun 2024 17:24 WIB
Terima Izin Tambang, PBNU Akui Dibully Habis-habisan

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) saat tengah diskusi Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan di DPR RI. Foto: Dok. Fraksi PAN


PINUSI.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla mengaku lembaganya dirisak oleh publik. Bahkan, kritik yang diterima juga berasal dari kader NU.

"NU sudah terang-terangan menerima bully habis-habisan," katanya di diskusi di DPR dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu (26/6).

Resistensi dalam bentuk perisakan tersebut diakui didominasi mengenai persoalan lingkungan. Meski begitu ia mengakui kritik tersebut bagian dari dinamika sosial politik.

"Resistensi ini muncul dari aspek lingkungannya," katanya.

Ulil menilai kebijakan pemerintah mengenai izin usaha pertambangan khusus (IUPK) ke ormas keagamaan sebagai sebuah terobosan. 

Kebijakan tersebut dilatari dari afirmasi kebijakan yang bertujuan untuk membantu golongan masyarakat yang tertinggal. Karena itu, imbuh Ulil, kelompok masyarakat tersebut perlu difasilitasi dan diadvokasi.

"Salah satu watak afirmasi kebijakan memberikan kelompok tertentu untuk melakukan akselerasi kepada kelompok yang perlu ditolong dari proses yang terbuka," katanya.

Ulil mencontohkan afirmasi kebijakan untuk kelompok kelompok kulit hitam di Amerika Serikat. Kebijakan tersebut juga mendapatkan resistensi dari kalangan kelompok kulit putih.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan yang tercantum dalam PP No.25/2024 tentang Perubahan Atas PP No.96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan  Batubara. 

Melalui beleid itu, pemerintah memberikan WIUPK kepada badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan. WIPUK yang dimaksud yakni wilayah eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan  batubara (PKP2B). 

Adapun penawaran WIUPK berlaku dalam jangka waktu 5 tahun, sejak aturan ini diberlakukan.



Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook