search:
|
PinNews

Tayang Jelang Pencoblosan, Dirty Vote Dinilai Jadi Ajang Kampanye di Masa Tenang oleh Partisipan Paslon Tertentu yang Berkedok Intelektual

Yohanes A.K. Corebima/ Senin, 12 Feb 2024 16:00 WIB
Tayang Jelang Pencoblosan, Dirty Vote Dinilai Jadi Ajang Kampanye di Masa Tenang oleh Partisipan Paslon Tertentu yang Berkedok Intelektual

Ketua Umum Persaudaraan 98 Wahab Talaohu mengkritik keras film dokumenter Dirty Vote. Foto: Istimewa


PINUSI.COM - Ketua Umum Persaudaraan 98 Wahab Talaohu mengkritik keras film dokumenter Dirty Vote.


Film yang digarap jurnalis investigasi Dandhy Dwi Laksono itu ia nilai sebagai sebuah konten kampanye hitam untuk menyerang pihak tertentu pada Pilpres 2024.


“Ini konten kampanye di masa tenang," kata Wahab ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (12/2/2024).


Dirty Vote menceritakan secara gamblang dugaan kecurangan Pemilu  2024.


Dugaan kcurangan untuk memenangkan pasangan calon presiden tertentu itu melibatkan berbagai lembaga negara, yang digambarkan dilakukan secara sistematis. 


Dokumenter yang tayang perdana pada 11 Februari 2024 itu menghadirkan tiga tokoh utama, yang kesemuanya adalah pakar hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. 


"Kita tidak bisa menolerir tindakan-tindakan provokatif yang dilakukan oleh partisan timses paslon tertentu dengan kedok intelektual,” tegas Wahab.


Wahab mengatakan, Dirty Vote hanya berisi asumsi minim bukti yang tak bisa dipertanggungjawabkan.


Pernyatan yang diklaim sebagai fakta dalam dokumenter itu, kata Wahab, jauh dari metode ilmiah, tak ada verifikasi, sehingga data-data yang dipaparkan tak bisa disebut valid.


Dia lantas mempertanyakan kredibilitas  tiga pakar hukum dalam dokumenter itu. 


"Kepakaran sebagai ahli hukum gugur karena perbuatannya sendiri."


"Seorang ahli menggunakan variabel, indikator data dan fakta dalam menentukan sebuah justifikasi. Jangan merasa pintar dan benar sendiri, menghina akal sehat rakyat," imbuhnya.


Tak hanya mencederai akal sehat publik, Wahab mengatakan, dokumenter Dirty Vote juga terang-terangan menghina penyelenggara pemilu, dalam  hal ini Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu.


Padahal, kedua lembaga ini sudah bekerja sungguh-sungguh supaya Pilpres 2024 berlangsung jujur dan adil. 


"Dirty Vote telah menghina KPU dan Bawaslu yang telah bekerja maksimal menjalankan amanat konstitusi."


"Ada 8.232.200 orang petugas KPU dan Bawaslu yang bekerja siang malam all out di 8.232.200 TPS demi suksesnya pemilu."


"Dirty Vote merasa memiliki kebenaran absolud. Merasa paling pintar dan paling benar sendiri."


"Mereka harus ingat, rakyat punya akal sehat yang mampu membedakan mana madu dan mana racun."


"Secanggih apa pun racun dikemas, itu tetaplah racun," tegasnya. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Yohanes A.K. Corebima

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook