search:
|
PinNews

Kejati DKI Jakarta Terima SPDP Kasus Dugaan Pemerasan Terhadap Syahrul Yasin Limpo

Stephanus Prasetio Dwi Hernanto / Kamis, 26 Okt 2023 17:30 WIB
Kejati DKI Jakarta Terima SPDP Kasus Dugaan Pemerasan Terhadap Syahrul Yasin Limpo

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menerima SPDP kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Foto: X@KejatiDki


PINUSI.COM – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta membenarkan pihaknya telah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

“Betul, SPDP diterima Kejati DKI Jakarta,” ujar Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ade Sofyan kepada wartawan, Kamis (26/10/2023).

SPDP yang diterima Kejati DKI Jakarta tertanggal 16 Oktober 2023 itu, masih bersifat umum.

Meski begitu, Ade menyebutkan SPDP itu belum memuat nama tersangka kasus tersebut.

 

Namun, dalam SPDP sudah tercantum pasal 12e atau pasal 12B dan pasal 11 Undang-Uundang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi (Tipikor).


“SPDP masih bersifat umum, belum memuat tersangka di dalamnya,” katanya.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya masih terus melakukan pengusutan kasus dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK.

Selain melibatkan KPK untuk supervisi penanganan kasus, Polda Metro Jaya juga melibatkan Kejaksaan yang menunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk proses penyidikan.

“Jadi telah kita terima surat P16, yaitu penunjukan jaksa penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan, yang saat ini dilakukan oleh penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya,” ujar Dirreskrimsus Polda Metro Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).

Pelibatan Kejaksaan untuk mengikuti penanganan kasus tersebut berdasarkan dikirimkannya SPDP yang ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dengan nomor surat B/15765/X/Res.3.3/2023 tertanggal 9 Oktober 2023.

“Memberitahukan bahwa telah dimulai penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan ataupun penerimaan gratifikasi, atau penerimaan janji atau hadiah oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya,” terang Ade Safri. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Stephanus Prasetio Dwi Hernanto

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook