search:
|
PinNews

BNN Gelar FGD Bahas Tantangan dan Hambatan Sinergitas Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Kasus Narkotika

Gabriella Hanyokrokusumo/ Sabtu, 09 Mar 2024 22:00 WIB
BNN Gelar FGD Bahas Tantangan dan Hambatan Sinergitas Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Kasus Narkotika

BNN adakan Forum Grup Discussion bersama dengan Australian Federal Police (AFP). Foto: BNN


PINUSI.COM - Implementasi penanganan tindak pidana narkotika di Indonesia, khususnya bagi penyalahguna, hingga saat ini belum memiliki keseragaman.

Hal tersebut kemudian berimplikasi pada timbulnya berbagai permasalahan lainnya, salah satunya adalah over capacity di lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Berangkat dari kondisi tersebut, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Australian Federal Police (AFP) menggelar Focus Group Discussion (FGD).

Dengan mengangkat tema 'Evaluasi dan Resolusi Rehabilitasi Penyalahguna Narkotika dalam Sinergitas Penegakan Hukum', FGD ini merupakan bentuk dari tindak lanjut MoU antara BNN RI dan AFP yang telah ditandatangani pada 2021 lalu. 

"Penanganan bagi pecandu dan penyalahguna narkotika melalui jalur hukum memerlukan sinergitas penegakan hukum dari aparat penegak hukum (APH) yang terlibat di dalamnya."

"Dan dalam proses ini, undang-undang telah mengatur adanya tim asesmen terpadu yang terdiri dari tim hukum, yaitu Polri, BNN, Kejaksaan, dan Kemenkumham, serta tim medis yaitu dokter dan psikolog," kata Kepala BNN Marthinus Hukom saat membuka FGD.

Namun demikian, tujuan dari pembentukan TAT, menurut Kepala BNN, masih belum dapat terealisasi dengan baik, disebabkan adanya permasalahan teknis dan kelembagaan.

Salah satu masalah teknis tersebut diungkapkan oleh Jupriyadi selaku Hakim Agung di Mahkamah Agung, dan Mukti yang menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri 

"Sebagian besar kasus tindak pidana narkotika pada akhirnya tidak dapat diputus rehabilitasi karena tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010."

"Seperti tidak adanya hasil laboratorium narkotika, tidak adanya surat hasil pemeriksaan dari psikiater, hingga tidak adanya hasil TAT," ungkap Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Jupriyadi di Jakarta, Jumat (8/3/2024).

"Adanya keterbatasan jumlah TAT, di mana tidak semua kota/kabupaten memiliki tim tersebut dan anggaran asesmen yang terbatas, menyebabkan banyaknya kasus narkotika yang tidak dapat terakomodir," timpal Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa.

Namun begitu, terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan yang ada, menurut Agus selaku Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN, penanganan kasus tindak pidana narkotika diharapkan tidak hanya mengedepankan sisi kepastian hukum, tapi juga rasa keadilan.

"Berbagai masalah dan masukan dalam pertemuan ini nantinya diharapkan tidak hanya berhenti pada forum diskusi saja, tetapi akan membuahkan sebuah formulasi kebijakan dan pedoman teknis yang dapat diimplementasikan," papar Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN Agus Irianto. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Gabriella Hanyokrokusumo

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook