PINUSI.COM - Selama ini dikenal anti asing alias tidak mau ke barat-baratan, tapi diam-diam Front Persatuan Islam (FPI) ternyata pengagum William Shakespeare. Tidak percaya? Lihat saja sikap yang diambil dari organisasi masyarakat (ormas) yang dulunya bernama Front Pembela Islam ini, berganti nama selang beberapa jam setelah dibubarkan.
Rabu (30/12/2020) siang kemarin, pemerintah resmi menghentikan kegiatan dan membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI). Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam jumpa pers.
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi memiliki legal standing baik sebagai ormas maupun organisasi biasa," ujar dia.
Keputusan pembubaran dan penghentian kegiatan FPI pun dikukuhkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar.
Sore harinya, TNI-Polri langsung menindak lanjuti SKB yang ditanda tangani oleh 6 pejabat tersebut. Dipimpin Kol Inf Luqman Arief dan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto, puluhan aparat gabungan TNI-Polri tiba di markas FPI, Petamburan Jakarta Pusat pada pukul 16:00 WIB. Tujuannya, untuk memastikan ormas besutan Muhammad Rizieq Shihab alias HRS itu, tidak lagi beraktivitas pasca dibubarkan pemerintah.
Aparat langsung mencopot seluruh atribut yang masih dipasang di sekitar markas FPI. Atribut yang dicopot mulai dari spanduk, pelang nama, hingga stiker yang tertempel di kaca Sekretariat FPI.
Selain dipasang di markas FPI dan depan rumah HRS, atribut itu juga membentang di sepanjang Jalan Petamburan III sampai ke Jalan Raya KS Tubun. Tak ada perlawanan dari simpatisan FPI atau warga sekitar saat operasi ini dilakukan. Sejumlah warga justru diminta polisi untuk ikut membantu melepas berbagai atribut FPI yang terpasang di depan rumah mereka.
Seorang perempuan yang menjual baju bergambar HRS dan FPI juga ikut ditegur oleh aparat kepolisian. Namun barang dagangannya tidak ikut disita. Polisi hanya mengingatkan agar perempuan itu segera mengemas barang dagangannya..
Bersikeras Tanpa Legalitas
Menanggapi langkah pemerintah, Ketua Bantuan Hukum Front Pembela Islam Sugito Atmo Prawiro mengatakan dirinya langsung melapor kepada HRS yang saat sedang mendekam di sel tahanan karena kasus membuat kerumunan saat pandemi Covid-19.
Pengakuan Sugito, HRS menanggapi laporannya dengan memberikan instruksi untuk mengugat putusan pemerintah tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menindak lanjuti instruksi tersebut, Sugito mengaku bahwa dirinya bersama tim kuasa hukum lainnya akan segera mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses gugatan.
“Tidak masalah. nanti kita gugat secara hukum karena ini sudah proses hukum, kita akan mem-PTUN-kan terhadap keputusan tersebut. Kita mau ketemu dengan tim hukum untuk mempersiapkan proses gugatan PTUN. Secepatnya akan kita layangkan,” ujar Sugito di Petamburan, Rabu (30/12/2020).
Namun, nampaknya jajaran pengurus FPI tidak mau menunggu lama untuk memberikan respon kepada pemerintah. Selang beberapa jam setelah dibubarkan, para pengurus ini sudah membentuk wadah baru. Nama yang dipilih pun memiliki singkatan mirip wadah yang lama, yakni, Front Persatuan Islam.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Sekretaris Umum DPP FPI Aziz Yanuar. Nama baru itu kata Aziz Yanuar tidak mengubah struktur FPI, bisa diartikan wadah baru ini hanya sebatas kendaraan perjuangan yang baru.
Lebih jauh dia menjelaskan, perubahan nama itu juga sudah di deklarasikan oleh kubu FPI pada tempat yang tak mau diungkapkan. "Iya, Front Persatuan Islam (FPI). Bukan berubah, itu kendaraan baru. Sudah deklarasi barusan di suatu tempat di Jakarta," kata Aziz Yanuar.
Aziz menambahkan, wadah baru ini tidak berbadan hukum dan tidak akan didaftarkan ke pemerintah. Dia berpandangan, meski tanpa legalitas wadah baru ini tetap lah sebuah ormas yang sah di mata hukum, mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013.
Dalam putusan itu, tutur Aziz, ormas yang tak berbadan hukum dibolehkan tidak mendaftarkan diri. Bagi dia tidak ada perbedaan yang signifikan antara ormas terdaftar atau tidak, bedanya hanya tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah.
"Tidak, buang-buang energi. Ormas yang tidak mendaftarkan diri bukan berarti ormas tersebut ilegal. Ormas bebas untuk memilih mendaftarkan diri ataupun tidak, dan tidak dapat dinyatakan sebagai ormas terlarang oleh sebab masalah pendaftaran," tegas dia.
Sekadar informasi, berdasarkan keterangan pers yang diterima redaksi pada Rabu (30/12/2020) malam, para deklarator wadah baru ini, menyatakan akan melanjutkan perjuangan membela agama, bangsa, dan negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, seperti yang selama ini sudah dijalankan FPI.
Ada pun para deklator tersebut meliputi, Ketua Umum FPI Shabri Lubis dan Sekretaris FPI Munarman termasuk di dalamnya terdapat 19 orang yang turut serta dalam kegiatan deklarasi wadah baru tersebut.
Selain itu, ada nama lain seperti Abu Fihir Alattas, Tb Abdurrahman Anwar, Abdul Qadir Aka, Awit Mashuri, Haris Ubaidillah, Idrus Al Habsyi, Idrus Hasan, Ali Alattas SH, dan Ali Alattas S.kom. Lalu ada Tuankota Basalamah, Syafiq Alaydrus, Baharuzaman, Amir Ortega, Syahroji, Waluyo, Joko, dan M Luthfi.
"Kepada seluruh pengurus, anggota dan simpatisan Front Pembela Islam di seluruh Indonesia dan mancanegara, untuk menghindari hal-hal yang tidak penting dan benturan dengan rezim dzalim maka dengan ini kami deklarasikan Front Persatuan Islam," demikian bunyi keterangan tertulis dari Front Persatuan Islam.