PINUSI.COM - Sering kita mendengar istilah "Generasi Milenial" atau "Generasi Z". Sebenarnya apa perbedaan antara dua generasi tersebut? Apakah sebatas perbedaan tahun kelahiran?
Generasi Milenial adalah sebutan bagi mereka yang lahir dari rentang tahun 1980 sampai 1996. Sedangkan Generasi Z atau Gen Z adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1997-2012.
Redaksi kami coba mengulik lebih dalam mengenai apa saja yang menjadi perbedaan mendasar dari kedua generasi ini, terutama dalam ranah pendidikan dan cara masing-masing generasi, baik milenial dan Gen Z berperilaku sebagai makhluk sosial.
Untuk mendapat jawaban dari keresahan tersebut, jurnalis PINUSI.COM, Anang Fajar Irawan, menemui Doddy Wihardi, S.I.P, M.I.Kom, Kepala Konsentrasi Komunikasi Pariwisata & Public Relation Universitas Budi Luhur.
Sebagai tenaga pengajar di lingkungan kampus, tentu dia mengetahui persis bagaimana perbedaan tiap generasi dalam pergaulan, cara berinteraksi, pergaulan, bahkan minat dalam mengikuti perkuliahan.
Di mata Doddy, dalam perspektif sebagai tenaga pengajar, perbedaan masing-masing generasi mengikuti perkembangan zaman di eranya.
"Generasi milenial lebih memiliki rasa percaya diri dan rasa ingin tahu yang tinggi. Ini dipengaruhi oleh faktor pada tahun mereka lahir dan tumbuh, contoh pada peralihan tahun 80-an ke 90-an, teknologi mulai berkembang, jadi itu menjadi stimulus mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi," kata Doddy.
"Sementara pada Generasi Z, perkembangan digital semakin masif, ini menjadi faktor yang membuat Generasi Z memiliki karakter lebih ambisius. Mereka lebih melek digital dan rasa ambisi itu bisa mereka kejar atau minimal cari tahu bagaimana caranya dengan mudahh lewat dunia digital," lanjutnya.
Perbedaan karakter dua generasi ini sangat dirasakan dan menjadi bagian dari kesehariannya sebagai dosen. Untuk menyikapi hal tersebut, prinsip yang dikedepankan oleh pria asal Bali ini adalah sikap adaptif.
"Sebagai dosen, saya juga mengajar di kelas karyawan, yang notabene tidak semuanya generasi Z, ada juga yang milenial, bahkan generasi terdahulu. Akan salah jika saya memaksa mahasiswa saya untuk mengikuti pakem atau karakter generasi saya lahir. Justru saya yang harus adaptif dengan masing-masing generasi yang saya hadapi ini, supaya saling memberi rasa nyaman dan meminimalisir gap atau jarak dengan mereka," jelasnya
Bersinggungan langsung dengan lingkungan multi-generasi, Doddy merasa ini menjadi sebuah tantangan tersendiri. Terlebih, mata kuliah yang diajarkannya mayoritas teoritik.
"Saya akui, generasi Z, tidak begitu tertarik dengan hal yang teroritik. Mereka cenderung berkarakter pragmatis, praktis, dan tertarik dengan yang serba instan, dengan berprinsip "Saya melakukan sebuah hal, apa untungnya buat saya?". Padahal semua hal yang teoritis itu berangkat dari filosofis, baru ada teorinya," lanjut Doddy
"Sementara kalau di zaman saya dulu, ketika kita ingin mengetahui sesuatu, harus tahu dulu dasarnya apa, seperti apa filosofinya, lebih ingin tahu urutan sebab akibat dan variabel dari sebuah pertanyaan, sampai harus datang ke perpustakaan, membaca surat kabar, serba manual. Tapi bukan berarti generasi Z tidak minat belajar, tergantung bagaimana kita melakukan pendekatan supaya proses transfer ilmu ke mereka bisa berjalan baik," kisahnya
Lebih jauh, cara mereka dalam bergaul di lingkungan kampus juga disoroti pria yang juga salah satu anggota tim riset perkeretaaapian Indonesia ini.
"Untuk pergaulan di kampus, kalau ada yang bilang Gen Z ini cenderung individual karena sudah asyik dengan gadget masing-masing. Saya katakan ada beberapa yang memang seperti itu. Tapi secara general, tidak ada perbedaan yang signifikan cara bergaul dari milenial dan Gen Z," tutur Doddy
"Contohnya begini, kultur yang saya rasakan saat menjadi mahasiswa, saya tunduk dengan sistem, bahkan untuk bertemu dengan dosen, ada rasa takut dan hormat. Karena prinsip generasi saat itu "kita yang butuh dosen, kita butuh ilmu," katanya
"Sekarang, di dua generasi terakhir ini lebih ada sisi santai karena pemikiran "saya kan di kampus bayar". Mahasiswa dengan mudah untuk mengkritik, dan itu sudah jadi bagian dalam mengajar. Jangan heran jika ada mahasiswa pernah menelepon saya dini hari untuk menanyakan bimbingan atau urusan akademik lainnya," kisah Doddy
Di akhir sesi wawancara, Doddy berpesan agar generasi milenial dan generasi Z ini sah-sah saja menerapkan sifat pragmatis dalam diri masing-masing, selama diimbangi dengan idealisme. Sebab, dua generasi ini yang pada nantinya menjadi penerus bangsa
"Untuk pragmatis sah-sah saja, silakan, asal diimbangi dengan idealisme. Saya analogikan begini, 'Menjadi kaya adalah hak azasi, tapi jangan jadi kaya karena korupsi'. Artinya, jangan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, karena masih ada cara lain untuk menjadi kaya. Jangan melanggar norma dan hukum," pesannya