search:
|
PinRec

Sakombu Eco Basket, Anyaman Asal Sumatera Barat yang Sabet Banyak Penghargaan

ragil dwisetya utami/ Kamis, 18 Apr 2024 00:30 WIB
Sakombu Eco Basket, Anyaman Asal Sumatera Barat yang Sabet Banyak Penghargaan

sakombu eco basket / kemenparekraf


PINUSI.COM - Banyaknya pelaku ekonomi kreatif yang berinovasi menghasilkan produk-produk eco-friendly, mendorong kesadaran masyarakat umenggunakan produk-produk ramah lingkungan.

Dari banyaknya jenama yang ada, Sakombu Eco Basket menjadi salah satu jenama lokal Indonesia yang terus berupaya menghasilkan produk-produk ramah lingkungan. 

Dewi Febriana Syamri, pendiri Sakombu Eco Basket, berprinsip memberi kesempatan hidup baru bagi tanaman-tanaman liar yang dianggap merugikan.

Hal inilah yang akhirnya mendorong pelaku ekraf yang akrab disapa Dewi ini, memanfaatkan serat alam yang disulap menjadi berbagai produk kerajinan bernilai lebih. 

“Secara personal saya suka kriya anyaman, dan saya ingin mengangkat kriya dari kampung halaman saya di Ranah Minang, Sumatera Barat, yang kebetulan adalah kriya anyaman itu sendiri,” ujar Dewi. 

Mengutip dari laman kemenparekraf, yang menarik perhatian adalah produk Sakombu Eco Basket, yang terbuat dari serat alam yang bernama Mansiang, yakni sejenis rumput liar atau gulma yang tumbuh di rawa-rawa.

Serat alam tersebut diberdayakan masyarakat lokal untuk disulap menjadi anyaman.

Berawal dari situlah, Sakombu Eco Basket mengembangkan desain anyaman ini menjadi bervariasi dan lebih kekinian.

Proses pembuatan produk Sakombu dimulai dengan sederetan tahapan alami.

Butuh waktu sembilan bulan untuk panen pertama serat mansiang.

Kemudian, dijemur di bawah matahari langsung selama beberapa hari, dan dipipihkan dengan cara diserut.

Hal ini dilakukan agar serat mudah dianyam untuk dibuat tas maupun keranjang.

“Semakin detail produknya, makin lama waktu pembuatannya."

"Untuk satu tote bag besar misalnya, bisa membutuhkan waktu anyam kurang lebih 3 hari."

"Itu pun belum termasuk durasi pengeringan serat dan proses penyerutan ya,” tuturnya.

Secara keseluruhan, produk yang dihasilkan Sakombu Eco Basket sejak 2018 sudah ada lebih dari 60 produk.

Sekilas, produk Sakombu Eco Basket mungkin tidak sebanyak jenama lokal lainnya.

Meski begitu, bagi Dewi, jumlah produk dipengaruhi oleh proses pengerjaan tangan yang lama, dengan perajin lokal yang terpilih.

Hal inilah yang membuat produk-produk Sakombu Eco Basket bukan menjadi produk massal.

Kehadiran Sakombu Eco Basket menjadi pilihan sempurna untuk tampil cantik tanpa merusak Bumi.

Mengingat, sebagai produk eco friendly, 90% produk Sakombu merupakan anyaman mentah yang tidak mewarnai, alias hanya mengandalkan warna serat mansiang itu sendiri.

Sedangkan penggunaan warna sintetis saat ini hanya sekitar 10% dari keseluruhan proses produksi.

Produk Sakombu tidak hanya didapatkan secara online melalui media sosial.

Pinusian bisa mendapatkan produk-produk Sakombu Eco Basket di beberapa offline store di Jakarta dan Bali.

Sakombu Eco Basket juga kerap mendapatkan pesanan khusus untuk dipasarkan ke luar negeri, salah satunya ke Paris.

Fakta menarik lainnya, Sakombu Eco Basket berupaya memberdayakan kelompok pengrajin perempuan yang terdiri ibu rumah tangga dengan taraf hidup sederhana.

Sekelompok perajin tersebut berusia 50 tahun hingga hampir 80 tahun. 

Hebatnya lagi, Sakombu Eco Basket juga berhasil meraih banyak penghargaan, salah satunya mendapatkan Deureuham (Islamic Creative Economy Competition) pada 2019, penghargaan Good Design Indonesia (GDI) 2023 dari Kemendag, serta diikutkan dalam kontes Good Design Award di Jepang, dan menjadi salah satu produk kriya Tanah Air yang mendapatkan penghargaan G-Mark GDA 2023.

Sakombu Eco Basket juga pernah menjalin kolaborasi dengan jenama lokal lain, salah satunya dengan jenama lokal Sejauh Mata Memandang (SMM).

Dalam kolaborasi tersebut, Sakombu Eco Basket turut serta sebagai aksesori pelengkap SMM di Jakarta Fashion Week 2020, dan berhasil masuk dalam salah satu edisi pada majalah Harper's Bazaar Indonesia. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: ragil dwisetya utami

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook