PINUSI.COM - Laman Jalur Rempah Kemdikbud melansir, pada paruh pertama abad ke-16, sejarah Makassar muncul sebagai pelabuhan perdagangan.
Setidaknya, terdapat dua hal penting yang menandai kehadiran kota niaga tersebut.
Pertama, ledakan perdagangan menjadi awal munculnya kota dagang.
Masyarakat Makassar ramai mendukung perdagangan, baik perniagaan rempah-rempah maupun perdagangan non-rempah, seperti produksi beras dan kain tenun.
Hal kedua yang menjadi poin esensial ialah ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511, dalam upaya menguasai lalu lintas di Selat Malaka.
Peristiwa ini mendorong terjadinya perdagangan dengan rute alternatif, seraya berlayar melintasi Semenanjung dan melalui pantai barat Sumatera ke Selat Sunda.
Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara baru di Aceh, Tenasserim, Ayutthaya, Patani, Pahang, Johor, dan Banten, Manila, Makassar, Brunei, Kamboja, Gampa, dan Hoi An.
Hubungan perdagangan antara Malaka dan Makassar berlangsung pada 1558.
Perniagaan tersebut berkembang dalam bentuk rempah, barang beraroma, dan bahan makanan lainnya.
Sementara, orang-orang Portugis juga berhubungan dagang dengan masyarakat Makassar.
Setiap tahunnya, kapal Portugis berlayar ke Makassar untuk membeli buah pala, fuli, dan cengkeh.
Rempah-rempah tersebut berasal dari orang Jawa dan Melayu yang membawanya dari Kepulauan Banda, untuk kemudian diperdagangkan di Makassar.
Masyarakat Banda juga kemungkinan turut andil dalam menyebarkan rempah ke Makassar.
Di Makassar, penjelajah asal Portugis juga bisa mendapatkan pasokan beras yang menjadi produk domestik utama.
Tidak hanya saudagar dari Portugis, perdagangan di Makassar juga dikuasai oleh pedagang Melayu yang berasal dari Johor, Pattani, dan tempat-tempat lain di Semenanjung Malaya.
Bahkan, ada beberapa kapal yang datang dari Siam dengan membawa barang-barang Cina untuk diperdagangkan di Makassar.
Para pedagang Portugis dan Melayu bekerja sama dalam perdagangan antara Makassar dengan Malaka.
Pada abad ke-17, sejarah Makassar dikenal sebagai pengekspor pakaian terkemuka di Nusantara.
Proses ini diperkuat oleh berhasilnya Makassar sebagai pusat rempah-rempah, dan oleh penaklukannya atas pusat-pusat ekspor Sumbawa (1617) serta Selayar.
Maluku juga turut menjadi pasar yang penting pada tahap awal ekspansi ekspor ini.
Produksi pakaian mereka mencapai reputasi istimewa akan tenunannya yang halus dan kuat, serta warna-warnanya yang cemerlang, terutama pola kotak-kotak yang disenangi oleh kaum muslim.
Tidak hanya rempah saja yang dijadikan barang niaga, beras dan kain lokal juga menjadi komoditas lain yang diperdagangkan di sini.
Lada yang berasal dari Banjarmasin dan Jambi pun juga turut diperjual-belikan.
Bahkan, perdagangan di kota ini juga tercatat menorehkan sisi kelamnya, yaitu adanya jual beli budak perempuan dan laki-laki oleh orang-orang Portugis.
Kemajuan perdagangan yang pesat di Makassar tidak lepas dari komunitas Melayu yang memiliki andil besar.
Armada Melayu bersama Banda dan Jawa, mendominasi perdagangan rempah dari dan ke Makassar.
Karena serangan Belanda dan beralihnya kegiatan perdagangan ke pedalaman Jawa di bawah pengaruh Mataram, armada Makassar berkembang menjadi pelaku utama di jalur ini.
Sisa-sisa kejayaan serta jejak jalur rempah yang terjadi di sejarah Makassar di masa lalu, masih bisa kita saksikan melalui benda-benda peninggalan yang kini ditetapkan sebagai cagar budaya, di antaranya ialah Somba Opu, Museum Karaeng Pattingalloang, hingga Klenteng Thian Ho Kong. (*)