PINUSI.COM - Ketika kita berbicara tentang hubungan, kompleksitasnya tak bisa dihindari.
Beberapa orang mungkin merasa sulit menjalin dan mempertahankan hubungan yang sehat, terutama ketika pasangan terlibat dalam perilaku playing victim.
Playing victim adalah sikap di mana seseorang cenderung menyalahkan orang lain dan merasa dirinya sebagai korban.
Dalam konteks hubungan, perilaku ini bisa merusak kesehatan mental pasangan yang lain.
Untuk memahami dan mengatasi situasi ini, penting untuk mengenali tanda-tanda pasangan yang berperan sebagai korban dan memiliki strategi untuk mengatasi masalah tersebut.
Tanda-tanda Pasangan Playing Victim
1. Membicarakan Kesedihan atau Kemalangan Terus-menerus
Pasangan yang suka bermain korban sering kali selalu membicarakan kesedihan atau kemalangan dalam hidup mereka.
Mereka mungkin terfokus pada aspek negatif dan terus-menerus mengeluh.
2. Membesar-besarkan Masalah yang Kecil
Tanda lain adalah kecenderungan untuk memperbesar masalah yang sebenarnya kecil.
Hal-hal yang bisa diatasi dengan mudah dapat menjadi dramatisasi yang berlebihan.
3. Tidak Pernah Meminta Maaf dan Menyalahkan Pasangan
Pasangan yang berperan sebagai korban mungkin tidak pernah meminta maaf atas kesalahannya, dan malah cenderung menyalahkan pasangan atas perilakunya.
Mereka enggan mengakui kesalahan mereka sendiri.
4. Merasa Disudutkan dan Enggan Menyelesaikan Masalah
Mereka mungkin merasa disudutkan dan tidak mau berusaha menyelesaikan masalah dengan baik.
Sikap defensif dan menolak berkomunikasi bisa menjadi tanda-tanda ini.
5. Membicarakan Mantan Kekasih dengan Jelek
Jika pasangan sering membicarakan mantan kekasihnya dengan merendahkan di hadapan teman atau pasangan yang sekarang, ini bisa menjadi indikasi sikap playing victim.
6. Rendah Diri dan Insecure
Pasangan yang bermain korban cenderung merasa rendah diri dan tidak percaya diri.
Mereka selalu insecure dalam hubungan mereka, dan sulit menerima apresiasi atau pujian.
7. Merasa 'Diserang' Saat Diberikan Saran Positif
Mereka mungkin merasa 'diserang' atau tersinggung ketika pasangan memberikan saran yang bersifat positif.
Ini karena mereka sulit menerima kritik atau bimbingan.
8. Melihat Sisi Negatif dari Setiap Masalah
Pasangan yang berperan sebagai korban selalu melihat sisi negatif dari setiap masalah dalam hidup mereka.
Mereka sulit fokus pada solusi, dan cenderung terjebak dalam pandangan pesimis.
Cara Menghadapi Pasangan Playing Victim
1. Memberitahu Sikap yang Mengganggu
Langkah pertama adalah memberitahu pasangan, sikap tersebut mengganggu.
Sampaikan perasaan Pinusian dengan bijaksana, dan ajak untuk berbicara secara terbuka untuk mencari solusi bersama.
2. Ajak untuk Mencari Bantuan Profesional
Dorong pasangan Pinusian untuk mencari bantuan profesional.
Terapis atau konselor dapat membantu mereka mengatasi masalah yang mendasari perilaku playing victim, dan belajar cara menghadapinya dengan lebih sehat.
3. Sediakan Ruang untuk Diri Sendiri
Penting untuk memberikan diri Pinusian waktu dan ruang.
Merawat kesehatan mental Pinusian sendiri dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri, baik dengan berjalan-jalan, mendengarkan musik, atau berbicara dengan teman.
4. Hindari Menjadi Emosional
Jangan terpancing oleh emosi pasangan.
Hindari menjadi terlalu emosional saat mendengar keluhan mereka.
Tetap tenang dan fokus pada upaya untuk membantu mereka mengatasi masalah, daripada terjebak dalam dramatisasi.
5. Ganti Topik Pembicaraan
Jika percakapan mengarah pada keluhan yang berlebihan, coba alihkan topik dengan lembut.
Ajukan pertanyaan yang terkait dengan topik, namun lebih positif atau berbicara tentang hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian.
6. Jangan Terus-menerus Menjadi Problem Solver
Hindari terus-menerus menjadi solusi untuk setiap masalah.
Terkadang, pasangan yang bermain korban mungkin tidak tertarik pada solusi, hanya ingin diakui sebagai korban.
Tentukan kapan harus memberikan solusi dan kapan untuk hanya mendengarkan.
7. Alihkan Fokus pada Aspek Positif
Selalu mencoba mengalihkan fokus pada aspek positif dari situasi.
Pujilah ketika pasangan menunjukkan reaksi positif atau bertindak dengan cara yang lebih konstruktif.
8. Ketahui Kapan Harus Menetapkan Batasan
Terkadang, untuk melindungi kesehatan mental, Pinusian perlu menetapkan batasan.
Jika situasi terus memburuk dan pasangan tidak mau berubah, pertimbangkan apakah hubungan ini sehat untuk dipertahankan.
Dengan berkomunikasi terbuka, memberikan dukungan untuk mencari bantuan profesional, dan tetap fokus pada solusi, Pinusian dapat membantu pasangan mengatasi perilaku tersebut, dan membangun hubungan yang lebih sehat dan bahagia. (*)