PINUSI.COM - Memperingati Hari Bumi Sedunia yang jatuh setiap 22 April, tidak hanya dengan menanam pohon dan membuang sampah pada tempatnya saja.
Banyak cara atau bentuk ucapan syukur yang bisa kita lakukan untuk bumi, atas segala hal yang telah diberikan setiap harinya.
Salah satunya, dengan melakukan tradisi budaya untuk berterima kasih kepada bumi yang telah memberikan kita berkah yang melimpah.
Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi-tradisi unik yang dilakukan untuk menjaga kelestarian alam secara menyeluruh, sekaligus berterima kasih kepada bumi.
Berikut ini 3 tradisi menjaga bumi di Indonesia, dikutip dari laman Kemenparekraf:
1. Wiwitan
Fotosumber: X/ GhombunShmily
Sosok Dewi Sri tidak bisa dipisahkan dari berbagai tradisi masyarakat Jawa, salah satunya adalah tradisi Wiwitan, yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebelum masa panen padi dilakukan.
Menurut kepercayaan, tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.
Tradisi Wiwitan diawali dengan memanjatkan doa, dan dilanjutkan memotong pada sebagai simbol siap panen.
Setelah itu, tradisi ini dilanjutkan dengan membagikan makanan yang telah dipersiapkan kepada seluruh masyarakat sekitar, lalu menyantapnya bersama.
2. Festival Jatiluwih
Foto: love bali provinsi bali
Kalau membahas Desa Jatiluwih, Bali, mungkin kita hanya akan mengingat keindahan Subak Jatiluwih yang dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada 2012.
Namun, ada satu lagi daya tarik dari Desa Jatiluwih, yakni Festival Jatiluwih.
Festival berbalut tradisi ini dilakukan dengan memadukan kebudayaan dan kesenian tradisional, seni pertunjukan, seni rupa, seni musik, hingga memamerkan produk-produk kreatif khas Jatiluwih.
Menurut kepercayaan, tradisi Jatiluwih dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas ketersediaan pangan di Bumi, terutama persediaan padi.
3. Ngertakeun Bumi Lamba
Foto: Instagram@ridhomz26
Selain mengucap syukur atas persediaan pangan dan hasil panen, Jawa Barat juga memiliki tradisi menjaga bumi yang masih dilakukan hingga saat ini.
Tradisi tersebut dikenal sebagai tradisi Ngertakeun Bumi Lamba, atau upacara menjalankan pesan kasepuhan dengan menitipkan tiga gunung sebagai paku alam (diperlakukan sebagai tempat suci).
Ketiga gunung tersebut adalah Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Wayang, dan Gunung Gede.
Konon, tradisi Ngertakeun Bumi Lamba merupakan manifestasi hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan sang pencipta.
Hal ini senada dengan filosofi hidup masyarakat Sunda, Mulasara Buana atau memelihara alam semesta, sekaligus menjaga keseimbangan alam dari berbagai perilaku yang cenderung mengeksploitasi alam secara berlebihan. (*)