PINUSI.COM - Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental, karena berbagai perubahan hormon, fisik, dan psikologis, yang terjadi selama masa kehamilan hingga melahirkan.
Data WHO 2022 mencatat, 1 dari 5 perempuan mengalami gangguan mental selama masa kehamilan, hingga satu tahun setelah melahirkan.
Dukungan bagi para ibu menjadi penting, karena akan berdampak pada tumbuh kembang anak, kesehatan mental keluarga secara umum, dan yang terpenting kesehatan mental ibu sendiri.
Menurut WHO, kesehatan mental ibu merupakan major public health challenge untuk suatu negara.
Isu kesehatan mental Ibu menjadi sorotan penting bagi Halo Ibu, sebuah komunitas pemberdayaan perempuan yang berfokus pada kesehatan mental perempuan.
Menyambut hari Ibu di bulan Desember, Halo Ibu menyelenggarakan Festival Ibu yang tahun ini mengangkat awareness kesehatan mental, khususnya bagi ibu pasca-persalinan.
“Dukungan psikis dan emosional tidak hanya dibutuhkan ibu selama menjalani kehamilannya."
"Setelah melahirkan pun, para ibu tetap membutuhkan sokongan dari orang-orang terdekat, komunitas yang hadir untuk Ibu dan keluarganya."
"Selepas melahirkan, seorang ibu membutuhkan ruang untuk bercerita, karena ada proses perubahan peran yang mereka alami."
"Setelah melahirkan dan tidak lagi hamil, adalah hal yang wajar jika ibu bersedih."
"Sebab, ada yang hilang dari dirinya, ia bukan perempuan yang sama,” tutur Founder Halo Ibu, Ashtra Dymach.
Idealnya, ayah adalah sosok yang berperan besar sebagai support system ibu.
Kontribusi orang-orang di sekitar ibu, terutama ayah, sangat diperlukan demi menjaga kesehatan mentalnya.
Salah satu pakar yang hadir pada Festival Ibu, Dokter Spesialis Obygn di Tembuni Birth Center, dr Ridwan SpOG mengatakan, peran suami dan keluarga terdekat sangat dibutuhkan, untuk mendukung psikologis dan kesehatan ibu selama masa kehamilan hingga hari melahirkan.
Masa kehamilan sebaiknya tidak ditanggung sepihak saja oleh ibu, tetapi suami juga berperan sebagai pendamping yang selalu siaga dan memberi dukungan penuh kepada ibu.
Menurut dr Ridwan, pentingnya dukungan suami dan keluarga pada fase hamil dan bersalin pada ibu, berkontribusi dalam mencegah terjadinya baby blues hingga postpartum depression (PPD) pada ibu.
“Dukungan dari suami dan keluarga terdekat merupakan faktor risiko yang paling dominan berkontribusi terhadap terjadinya baby blues hingga PPD yang rentan menghampiri ibu."
"Sebelum terjadi hal ini, perlu adanya tindakan preventif, seperti melibatkan suami dalam memberikan informasi tentang kesehatan ibu dan anak, serta antisipasi terhadap deteksi dini baby blues hingga PPD, dengan kualitas penggalian informasi pasien (anamnesis), sehingga dapat menurunkan angka kejadian postpartum blues,” beber dr Ridwan.
dr Ridwan memaparkan, banyak hal yang bisa dilakukan suami dan keluarga di sekitar untuk mendukung ibu yang sedang hamil, seperti menemani dalam menjalani perawatan kesehatan, sampai membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Namun, bisa juga dimulai dari hal-hal sederhana, yang bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat, seperti menanyakan kabar ibu.
Meski jawaban akan terasa standar di awal, tapi perlahan ibu akan mengeluarkan segala uneg-unegnya.
Pentingnya dukungan keluarga terdekat, terutama suami, juga diamini oleh Andien Aisyah.
Support system keluarga dalam menghadapi masa-masa sulit pasca-melahirkan, menjadi hal penting yang dirasakan oleh Andien.
Ibu dari Kawa dan Tabi ini mengatakan, dukungan suami membantunya melalui proses hamil dan persalinan yang tidak mudah.
Bahkan, suami Andien, yang akrab disapa Ippe tersebut, secara aktif mencari informasi tentang kehamilan dan menyusui.
"Selain belajar bareng-bareng dengan suami untuk menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak, suami saya juga selalu memberi perhatian, bahkan hal-hal kecil selama proses hamil hingga melahirkan."
"Sesederhana seperti membawakan air minum, membelikan makan, ngobrol dengan anak kami selama dalam kandungan,” ungkap Andien. (*)