PINUSI.COM - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan, siap mendukung perkembangan dan terwujudnya ekosistem industri spa yang lebih sehat dan kompetitif di Bali.
Hal ini disampaikan Sandiaga dalam 'The Weekly Brief with Sandiaga Uno' di Jakarta, Rabu (10/1/2024), sebagai respons atas masukan dari para pelaku industri spa, ketika usahanya dimasukkan ke dalam kategori hiburan, sehingga bakal dikenai pajak hiburan.
"Kami akan berkoordinasi untuk terus mendorong industri spa di Bali agar semakin berkembang," ujarnya.
Dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021 dijelaskan, definisi usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan atau minuman sehat, dan olah aktivitas fisik.
Tujuannya adalah menyeimbangkan jiwa dan raga, dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya Bangsa Indonesia.
"Sehingga industri spa di Bali adalah bagian dari wellness, bukan hiburan."
"Mereka ini mendapatkan kebugaran, dan kebugarannya itu menggunakan rempah-rempah dan minyak yang diproduksi dengan kearifan budaya lokal setempat," terang Sandiaga dalam siaran pers.
Sandiaga mengungkapkan, dalam lawatannya ke Dubai, Uni Emirat Arab, terapis spa asal Indonesia cukup dikenal dan diminati pasar internasional, karena memiliki reputasi yang baik.
Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan, masuknya spa ke dalam kategori hiburan dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap bisnis spa, dan melihat spa sebagai tempat hiburan semata.
Tentu hal ini dapat mempengaruhi citra profesional para terapis.
"Jika spa tidak dintegrasikan secara bijak dengan budaya lokal, ada risiko komodifikasi budaya, di mana spa akan dianggap sebagai atraksi tanpa menghargai makna dari konteks yang sebenarnya," ujar Tjok Bagus.
Di kesempatan yang sama, Tjok Bagus juga menyampaikan perihal keputusan pemerintah daerah yang akan menerapkan retribusi daerah bagi wisatawan mancanegara, dengan membayar kewajiban sebesar Rp150.000 atau 10 dolar AS sebagai biaya pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan penanganan sampah di destinasi wisata Bali.
Pembayaran retribusi dapat dilakukan dengan mengakses website Love Bali https://lovebali.baliprov.go.id. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai 14 Februari 2024.
"Jadi sebelum wisatawan tiba di Bali, pembayaran itu sudah harus selesai."
"Kalau tiba di Bali mereka belum membayar, kami menyediakan counter di bandara internasional maupun domestik dan di pelabuhan untuk kapal cruise."
"Kami akan memastikan proses ini berjalan dengan baik," ucap Tjok Bagus.
Nantinya akan ada aplikasi untuk memudahkan wisatawan mancanegara membayar kewajiban tersebut. Sehingga, diharapkan wisatawan mancanegara dapat menyelesaikannya sebelum keberangkatan mereka menuju Bali. (*)