search:
|
PinNews

Jurnalisme Investigasi Dilarang di Revisi UU Penyiaran, Panda Nababan Bilang Ada Pihak Takut Penyalahgunaan Penanganan Perkara Terbongkar

Yohanes A.K. Corebima/ Jumat, 17 Mei 2024 15:00 WIB
Jurnalisme Investigasi Dilarang di Revisi UU Penyiaran, Panda Nababan Bilang Ada Pihak Takut Penyalahgunaan Penanganan Perkara Terbongkar

Politikus PDIP Panda Nababan mengatakan, di akhir masa jabatan Presiden Jokowi, terdapat berbagai kebijakan aneh, salah satunya soal revisi Undang-undang Penyiaran. Foto: Istimewa


PINUSI.COM - Panda Nababan, jurnalis senior sekaligus politikus PDIP, menyebut reportase investigasi yang dilarang dalam revisi Undang-undang Penyiaran, adalah imbas dari kecemasan beberapa pihak yang takut kasusnya dikuak wartawan. 

Panda mengaku telah mendapat informasi tersebut.

Kasus-kasus yang dikhawatirkan jadi sasaran investigasi wartawan itu, kata dia, adalah kasus-kasus yang saat ini telah ditangani berbagai lembaga hukum macam Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka tak mau kasus tersebut diendus wartawan dan diketahui publik. 

"Saya dengar, saya sendiri dalam waktu yang singkat ini, rupanya takut investigasi yang sedang ditangani Kejaksaan Agung, yang ditangani polisi, yang ditangani oleh KPK, kemudian diinvestigasi (wartawan).”

“Kemudian terjadi penyalahgunaan terhadap penanganan perkara itu."

"Itu katanya menjadi juga dasar kenapa reportase investigasi itu dibatasi, ada ke situ," kata Panda kepada wartawan, Jumat (17/5//2025).

Panda mengatakan, di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, memang terdapat berbagai kebijakan aneh, salah satunya soal revisi Undang-undang Penyiaran.

Dia mengaku bakal mempertanyakan hal ini kepada Komisi I DPR, terkait urgensi mengubah Undang-undang Penyiaran. 

"Saya bilang ini pancaroba, ini juga orang-orang yang dalam barisan mengakhiri kekuasaan Jokowi ini, membuat sesuatu yang aneh-aneh enggak kaget kita."

"Fenomena ini terjadi pas periode-periode dia mau habis. Siapa yang ngambil keuntungan, ada bagian penjilat, ada yang ambil kesempatan dalam kesempitan, atau bagaimana," ulasnya. 

Terpisah, Komisi I DPR buka suara, setelah draf revisi Undang-undang Penyiaran ramai dikritik publik.

Draf revisi UU Penyiaran menjadi polemik, lantaran disinyalir bakal mengekang kebebasan pers lewat pasal larangan jurnalisme investigasi.

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, draf revisi UU Penyiaran sama sekali bukan untuk mempersempit ruang gerak pers.

Dia bilang, pihaknya sama sekali tak ada niatan mengecilkan peran pers sebagai pilar keempat demokrasi.

Justru, katanya, revisi Undang-undang Penyiaran, kata dia, diharapkan dapat melindungi pers serta menunjang kerja insan media.

"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers," kata Meutya kepada wartawan, Jumat (17/5/2024).

Meutya menegaskan, peran pers sangat penting untuk menjaga keberlangsungan demokrasi di negara ini.

Untuk itu, katanya, peran media mesti diperkuat.

Dia menyebut selama ini pers adalah mitra kerja Komisi I dan DPR.

Dia tak yakin kebebasan pers dikebiri lewat revisi UU Penyiaran.

"Hubungan dengan pers selama ini dengan mitra Komisi I DPR yaitu Dewan Pers sejak Prof. Bagir, Prof Nuh, dan Almarhum Prof Azyumardi, adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi, termasuk dalam lahirnya publisher rights," bebernya.

Meutya meminta masyarakat bersabar, sebab draf RUU itu, kata dia, belum sempurna, masih ada kemungkinan meralat pasal-pasal yang dianggap memberangus kebebasan pers. 

Dia mengatakan, draf RUU memang cenderung multitafsir, lagipula hal ini juga belum dibahas bareng pemerintah.

Jadi, menurutnya peluang untuk mengubah pasal-pasal kontroversial itu masih terbuka lebar, sebelum RUU itu diundang-undangkan.

"Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna," imbuhnya. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Yohanes A.K. Corebima

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook