search:
|
PinNews

Jadi Ahli untuk Kubu Anies-Muhaimin, Faisal Basri: Bansos Jelang Pemilu 2024 Sangat Ugal-ugalan untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Yohanes A.K. Corebima/ Senin, 01 Apr 2024 13:30 WIB
Jadi Ahli untuk Kubu Anies-Muhaimin, Faisal Basri: Bansos Jelang Pemilu 2024 Sangat Ugal-ugalan untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Faisal Basri mengatakan, bansos efektif untuk menggalang dukungan pada pilpres. Foto: PINUSI.COM/Arie Prasetyo


PINUSI.COM - Ekonom Faisal Basri mengatakan, bantuan sosial (bansos) yang disalurkan pemerintahan Presiden Joko Widodo jelang Pilpres 2024, dilakukan untuk memenangkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Menurut tokoh oposisi itu, bansos dibagikan secara ugal-ugalan agar masyarakat mengalihkan dukungannya untuk capres-cawapres nomor urut 2 itu.

Secara tersirat, Faisal Basri mengatakan, Presiden Joko Widodo ikut memihak Prabowo-Gibran lewat penyelewengan bansos. 

"Bansos menjelang Pemilu 2024 sangat ugal-ugalan untuk memenangkan Prabowo-Gibran," kata Faisal Basri saat hadir sebagai ahli untuk kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).

Dalam kesempatan itu, Faisal Basri mengatakan, bansos memang efektif untuk menggalang dukungan pada pilpres.

Sebab, mayoritas masyarakat Indonesia berpendapatan rendah, bahkan cenderung terjebak kemiskinan. 

Faisal menjelaskan, pembagian bansos dinilai efektif digunakan para politisi di negara-negara berkembang, mengingat pendapatan masyarakat yang masih rendah, serta masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia.

"Karena pendapatan yang masih rendah, ada kemiskinan yang tinggi di Indonesia, penduduk miskin ekstrem, nyaris miskin, rentan miskin, itu kira-kira hampir separuh dari penduduk, jadi santapan yang memang ada di depan mata para politisi."

"Karena memang mereka lebih sensitif, tentu saja terhadap pembagian-pembagian sejenis bansos, bansos yang adhoc sifatnya," bebernya. 

Dalam kesempatan itu, ahli hukum pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Bambang Eka Cahya yang juga hadir sebagai ahli untuk kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, juga menyoal pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. 

Menurutnya, kehadiran putra sulung presiden Jokowi itu bikin arena pertarungan Pilpres 2024 menjadi tidak seimbang.

Gibran disebut masuk ke dalam arena ini lewat pintu yang tak semestinya.

Berbagai peraturan diubah untuk memuluskan langkahnya, salah satunya adalah mengutak-atik peraturan nomor 19 tahun 2023, yang menyatakan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun. 

"Perubahan persyaratan dalam waktu yang singkat di tengah proses pendaftaran, mengakibatkan perubahan mendasar terhadap peta koalisi Pemilu 2024."

"Masuknya Gibran putra Presiden (Joko Widodo) menimbulkan ketimpangan arena kompetisi, sehingga pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral," ucap Bambang dalam sidang. 

Bagi Bambang, perubahan peraturan Pemilu bukan sesuatu yang diharamkan konstitusi.

Namun, perubahan itu tidak akan dibenarkan jika dilakukan secara mendadak demi kepentingan kelompok tertentu.

Perubahan peraturan-peraturan pemilu semestinya dilakukan jauh-jauh hari sebelum kontestasi dimulai.

Bukan sebaliknya, perubahan dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok tertentu. 

"UU Pemilu mestinya tidak diubah di tengah pemilu (perubahan pasal 169 huruf q UU Pemilu), agar terjadi kesempatan yang sama."

"Tidak ada yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan dadakan tersebut," ucapnya. 

Sebelumnya, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memboyong 7 ahli dan 11 saksi dalam lanjutan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden tahun 2024, di Mahkamah Konstitusi (MK) Senin (1/4/2024).

Salah satu dari 7 ahli yang dihadirkan adalah ekonom senior Faisal Basri, ahli Ilmu Pemerintahan Bambang Eka Cahya, Ahli Hukum Administrasi Ridwan, Ekonom UI Vid Adrison, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII Yogyakarta Yudi Prayudi, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, dan Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan.

Kemudian, 11 saksi itu Mirza Zulkarnain, Muhammad Fauzi, Anies Priyoasyari, Andi Hermawan, Surya Dharma, Achmad Husairi, Mislani Suci Rahayu, Sartono, Arif Patra Wijaya, Amrin Harun, dan Atmin Arman. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Yohanes A.K. Corebima

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook