PINUSI.COM - Ketoprak, makanan tradisional Indonesia yang lezat dan menggugah selera, menjadi favorit banyak orang di berbagai tempat.
Terutama di Jakarta, penjual ketoprak banyak ditemui di setiap sudut kota.
Ketoprak bisa dinikmati kapan saja, mulai dari sarapan pagi, makan siang, hingga makan malam.
BACA LAINNYA: 5 Peralatan Dapur Ini Bisa Dibersihkan Pakai Lemon, Dijamin Kinclong!
Tidak hanya lezat, ketoprak juga sangat mengenyangkan. Menggunakan bahan-bahan seperti ketupat, bihun, taoge, dan tahu goreng, disiram dengan bumbu kacang yang gurih, manis, dan sedikit pedas, ketoprak memberikan sensasi cita rasa yang tak terlupakan.
Namun, masih banyak yang tidak mengetahui sejarah terciptanya ketoprak. Padahal, ada kisah unik di balik asal-usul nama makanan yang satu ini.
Tentang Sejarah Ketoprak
Sejarah ketoprak masih menjadi misteri bagi sebagian orang. Asal-usul makanan ini masih diperdebatkan di kalangan masyarakat.
Menurut e-Jurnal yang berjudul 'Prakarya dan Kewirausahaan Ketoprak' oleh Amelia Naila, dkk, sebagian orang meyakini ketoprak merupakan makanan khas suku Betawi, suku asli Jakarta.
Namun, ada juga pendapat lain yang mengatakan ketoprak bukan makanan khas Jakarta, melainkan berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
BACA LAINNYA: Anya Geraldine Cari Asisten Pribadi Mirip Ariel Noah, Siap Kasih Gaji Rp30 Juta
Bahkan, ada yang berpendapat ketoprak berasal dari daerah Jawa Tengah. Hingga saat ini, belum ada kepastian mengenai asal-usul pasti ketoprak.
Namun, jika melihat pedagang ketoprak, umumnya mereka menuliskan 'Ketoprak Cirebon' di bagian kaca depan gerai mereka.
Tak hanya asal-usulnya, asal-usul nama 'ketoprak' juga masih menjadi perdebatan.
Beberapa masyarakat berpendapat bahwa nama 'ketoprak' merupakan singkatan dari 'ketupat, taoge, dan digepak.'
Namun, ada cerita lain yang mengatakan bahwa nama 'ketoprak' berasal dari kisah seorang pria yang ingin makan, tetapi ia hanya memiliki ketupat dan taoge sebagai bahan makanannya.
Untuk membuatnya lebih enak, pria tersebut menambahkan bumbu seperti bawang putih, cabai rawit, dan kacang tanah yang diulek dengan sedikit air.
Setelah bumbu kacang tersebut jadi, ia mencampurkannya dengan ketupat dan taoge, kemudian diaduk hingga merata.
Sambil menikmati hidangannya dengan lahap, pria tersebut berpikir, "Apa ya nama makanan ini?" Sayangnya, saat ia sedang berpikir keras, piring yang ia gunakan jatuh ke lantai dengan suara "Ketumprangggg".
Dari kejadian itu, pria tersebut mendapatkan inspirasi untuk memberi nama pada makanannya yang baru saja diciptakan, yaitu "Ketoprak", yang terinspirasi dari suara piring yang jatuh ke lantai.
Ketoprak di Masa Kini
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak penjual ketoprak yang dapat ditemui di mana-mana.
Bahkan, kini para penjual juga menambahkan variasi menu dengan menambahkan telur sebagai pilihan tambahan.
Ketika memesan ketoprak, kita dapat memilih telur dadar atau setengah matang sesuai selera. Bumbu kacang, bawang putih, dan cabai rawit tetap menjadi bumbu yang digunakan.
Tingkat kepedasan juga dapat disesuaikan, mulai dari tidak pedas, sedang, pedas, hingga pedas manis, agar rasanya semakin nikmat dan gurih.
BACA LAINNYA: Autoimun Kambuh, Ashanty Ternyata Juga Idap Polip
Belakangan ini, viral di media sosial muncul varian baru dari ketoprak, yaitu "ketoprak Indomie".
Seperti namanya, ketoprak Indomie menggunakan mie instan Indomie sebagai pengganti bihun. Selain itu, ketoprak Indomie juga memiliki tambahan lontong, bumbu kacang, taoge, irisan tahu, dan telur dadar sebagai opsi tambahan.
Secara keseluruhan, ketoprak Indomie hampir mirip dengan ketoprak pada umumnya, hanya saja mi bihun digantikan dengan mi instan Indomie. Bumbu Indomie juga dicampurkan dalam hidangan ini untuk memberikan cita rasa yang lebih istimewa.
Nah, itulah sedikit penjelasan mengenai sejarah ketoprak beserta asal-usul namanya yang unik.
Meskipun masih misteri mengenai daerah asalnya, ketoprak tetap menjadi makanan yang dicintai oleh banyak orang.
Dengan variasi dan inovasi yang terus berkembang, ketoprak tetap menjadi sajian yang lezat dan menarik untuk dinikmati. (*)
Editor: Yaspen Martinus