PP Postelsiar belum tegas terhadap pemain Over The Top (OTT) asing. Bahkan luput soal pajak digital.
PINUSI.COM – PP Postelsiar atau Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, adalah satu dari 49 peraturan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang telah pemerintah terbitkan.
Kehadiran PP ini pun langsung tuai kritikan dari beberapa kalangan. Karena memberi keleluasaan bagi para pelaku usaha Over The Top (OTT) asing dalam membesarkan bisnisnya di Indonesia. Seperti yang disampaikan Doni Ismanto dari Indotelko Forum.
Doni menyampaikan, meski ada ketegasan ke para pelaku OTT asing soal presensi berbasis traffic, subscriber dan revenue, namun PP Postelsiar ini memiliki kecenderungan lebih ke arah prinsip net neutrality.
Selain itu, dia juga menyoroti soal luputnya PP Postelsiar mengenai pajak digital, yang mana hal tersebut akan makin menguntungkan para OTT asing dalam menjalankan usahanya di pasar sebesar Indonesia. Dengan demikian, negara telah membiarkan devisa mengalir keluar dari Indonesia.
"Negara jelas rugi karena devisa mengalir keluar. Misal kasus Netflix ngga mau CDN sama Telkom, artinya kan belanja bandwidth keluar, dollar AS itu. Belum potensi penerimaan pajak dan lain-lain. Pajak di sini bukan PPn ya, PPn itu konsumen yang bayar," jelasnya.
Sebelumnya, pengamat telekomunikasi Heru Sutadi juga melontarkan kritikan serupa, dengan menyebut PP Postelsiar ini belum tegas terhadap pemain Over The Top (OTT) asing. Heru pun menyoroti Pasal 15 PP Postelsiar.
Dia menengarai ada tekanan terhadap pemerintah untuk menghapus kata mewajibkan menjadi tidak wajib dalam hal kerja sama antar pemain asing dan pemain lokal. Dia mengingatkan penerbitan sebuah PP itu memikul fungsi dan peran sebagai yang mengatur dan membina, bukan malah jadi sebaliknya.
“Dalam PP ini menjadi terbalik dan malah Pemerintah lah yang jadi pihak yang diatur oleh penyelenggara OTT karena yang menjadi subyek adalah penyelenggara OTT," ungkap mantan Komisioner BRTI ini.
Kendati begitu, Heru menambahkan, jika bicara soal kebutuhan spektrum frekuensi dengan penggunaan bersama frekuensi, PP Postelsiar sudah menjawab persoalan. Selain itu, di regulasi ini juga pemerintah daerah mendukung perkembangan infrstruktur digital yang memang butuh sekarang ini dan kedepannya.
Sekadar catatan, pasal 15 di PP Postelsiar berbunyi, Pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja sama usahanya dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.