PINUSI.COM- Chairil Anwar yang dijuluki Si Binatang Jalang, merupakan penyair ternama di Indonesia yang berhasil menghasilkan 96 puisi, sehingga ia dinobatkan sebagai bapak puisi modern Indonesia.
Chairil Anwar lahir di Medan pada 26 Juli 1922, dan dibesarkan di wilayah tersebut.
Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Saleha dan Toeloes, yang ayahnya menjabat Bupati Indragiri, Riau.
Pada usia 19 tahun, ia pindah ke Jakarta (Batavia) bersama ibunya.
Di masa masa tersebut, ia kerap kali menulis puisi yang ia sukai sejak umur 15 tahun.
Chairil mulai mencicipi dunia sastra pada 1940, dan berhasil mempublikasikan puisi pertamanya pada 1942 bertajuk Nisan, saat menginjak usia 20 tahun. Puisi itu menceritakan pendudukan Jepang kala itu.
Memutuskan Menjadi Seniman
Pada usia 18 tahun, Chairil memutuskan berhenti sekolah, dan tiga tahun setelahnya ia mendeklarasikan diri sebagai seniman.
Setelah memutuskan menjadi seniman, perjalanannya tidak mudah.
Puisi puisi yang ia buat banyak ditolak dan dikritik, karena kata-katanya dianggap individualistik dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.
Karakter yang eksentrik terlihat dari gayanya yang suka keluyuran, merokok, mabuk, kekurangan uang, dan tingkah lakunya yang menjengkelkan. Namun, karya-karyanya diakui oleh para sastrawan.
Dicap sebagai Binatang Jalang, justru gaya hidupnya tidak hedonis atau bohemian seperti yang dikira banyak orang.
Chairil tidak mau keluar rumah jika pakaiannya tidak disetrika rapi.
Ia memilih menjadi manusia merdeka, padahal sudah mendapatkan pekerjaan.
Karena, ia tidak ingin bersandar pada siapapun, sehingga dinobatkan sebagai sosok seniman berdikari yang tidak dapat dipesan oleh kekuasaan.
Chairil Anwar telah menghasilkan 70 puisi, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Chairil Anwar menulis puisi yang diilhami dari berbagai aspek, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme.
Ia menguasai empat bahasa, yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, dan Jerman.
Salah satu poster yang sering dipakai pada era perang kemerdekaan yang bertuliskan Boeng, Ajo Boeng (Bung Ayo Bung), merupakan ide Chairil Anwar yang ia dapatkan dari perempuan yang sedang menjajakan diri.
Gaya puisi Chairil Anwar dikenal ekspresionis, yakni mengeluarkan perasaan yang berkecamuk di dalam diri, dengan menyusun kata-kata dari hati.
Banyak ungkapan dan kata-kata Chairil yang bersifat abadi, dan saat orang mendengarnya, lamgsung mengetahui itu adalah karyanya, seperti sekali berarti sesudah itu mati, hidup hanya menunda kekalahan, mereguk hidup sepuas-puasnya dalam kepuasaan sedalam-dalamnya, binatang jalang, hingga hidup seribu tahun lagi.
Berikut ini salah satu puisi terkenal Chairil Anwar berjudul Aku:
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorangpun kan merayu'
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang terjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi. (*)