PINUSI.COM - Pekan lalu, Teater Koma dan Bakti Budaya Djarum Foundation mengumumkan pementasan Matahari Papua melalui konferensi pers di Galeri Indonesia Kaya.
Pementasan ini menjadi bentuk kritik sosial yang terjadi, dengan pengambilan suasana Papua.
Pementasan yang diadakan pada 6 - 9 Januari 2024 tersebut, mendapat antusiasme dari para penonton yang menikmatinya.
Karya ke-230 ini menjadi naskah terakhir dan juga bentuk mengenang sang pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno, atau kerap disapa N Rintiarno.
"Project yang sudah lama ini menyampaikan mengenai kemerdekaan secara universal dan individual."
"Kembalinya kami tampil di Graha Bakti Budaya menjadi kesan tersendiri, karena tempat ini menjadi saksi bisu pertunjukan teater koma."
"Meski kini tanpa Mas Nano, kami tidak akan berhenti begerak."
"Seperti nama teater ini, tidak pernah titik, selalu koma," ungkap Ratna Rintiarto , istri Nano dan produser Teater Koma, di Taman Ismail Marzuki (6/6/2024).
Naskah pertunjukan MATAHARI PAPUA pertama kali ditulis pada 2014, sebagai naskah pendek untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari Papua di Galeri Indonesia Kaya.
"Ketika pandemi merebak dan mengharuskan kita semua berkegiatan di rumah, Pak Nano tetap produktif menulis berbagai karya, salah satunya adalah mengembangkan naskah Cahaya dari Papua dan diberi judul baru Matahari Papua."
"Naskah ini kemudian dikirim secara anonim dalam Rawayan Award, (Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta) 2022 dan ternyata terpilih sebagai salah satu pemenang."
"Naskah panjang terakhir ini menjadi bukti nyata dedikasi dan semangat tak kenal lelah Pak Nano dalam berkarya, bahkan di masa-masa sulit."
"Karyanya terus menyinari dunia teater Indonesia, dan meninggalkan warisan yang akan selalu dikenang,” papar Rangga Rintiarno, sutradara Teater Koma. (*)