PINUSI.COM, Jakarta - Setiap 5 April adalah hari dimana momentum pendapat para pejabat negara menghapus soal peraturan pengekangan terhadap kebebasan pers, Selasa (05/04/2022).
Pada 5 April 1954 adalah momentum paling bersejarah untuk para pers atau wartawan di Indonesia dimana saat UU Persbreidel Ordonantie dicabut.
Sebelumnya pada masa pergerakan, ada dua penerbitan yang cukup terkenal terutama dikalangan para pejuang pejuang politik nasional. Seperti Daulat Rakjat berasal dari Jakarta dan Fikiran Rakj’at yang terbit di Bandung.
Presiden Sukarno salah satu tokoh yang menuangkan perspektif perihal imperialisme kemudian disajikan dalam bentuk tulisan tulisan lalu dimuat pada surat kabar Fikiran Rakj’at.
Selain Presiden Soekarno, Wakil Presidennya pun ikut memberikan perspektifnya melalui tulisan, yakni M. Hatta. M. Hatta menulis saat ia melihat fenomena yang terjadi saat itu terutama di aspek ekonomi lalu akhirnya tulisan Hatta di muat pada Media Daulat Rakjat.
Daulat Rakjat sendiri merupakan organ resmi klub pendidikan Nasional Indonesia. Dimana cakupannya mulai dari nama nama surat kabar, nama Media hingga nama perorangan yang berkecimpung di dunia pers
Seperti tokoh tokoh pergerakan politik lainnya, para tokoh jurnalis ikut membentuk wadah persatuan pers dan advokasi pers nasional.
Inlandsche Joernalisten Bond (IJB) merupakan rganisasi wartawan Indonesia pertama yang didirikan pada tahun 1924, saat itu organisasi ini menjadi wadah untuk perjuangan sekaligus profesi.
Pendiri IJB ini adalah tokoh dari Sarekat Islam (SI) bernama Sumarko Kartodikromo, Sumarko juga merupakan pemimpin redaksi berkala Sarotomo, yakni surat kabar yang terbit di kota Surakarta.
Kemudian Sumarko meninggal dunia di Digul pada tahun 1932. Selang empat tahun meninggalnya, IJB merambah ke beberapa kota dan berdiri di kota Medan, diprakarsai oleh R.K. Mangunatmodjo, Mohammad Junus, dan lain-lain.
Lalu Pada tahun 1919, IJB namanya dirubah menjadi Inlandsche & Chinesche Journalisten Bond diketuai oleh Mohammad Joenoes dan sekretaris Parada Harahap.
Selain itu Tjipto Mangunkusumo selaku redaktur majalah Penggoegah dan Ki Hajar Dewantara yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan memimpin organisasi IJB pula.
Di kota Semarang, pada tahun 1931 berdiri sebuah organisasi pers bernama "Persatoean Kaoem Journalis". Pengurusnya adalah Saerun sebagai ketua, Wigjadisastera (dari kantor berita Het Indonesische Pers Agentschaap, Bogor) sebagai wakil ketua, Parada Harahap (Bintang Timoer, Jakarta) sebagai sekretaris, dan anggota-anggota pengurus lainnya terdiri Bakri Suraatmadja, R.M.S. Kusumodirdjo (Darmo Kanda, Surakarta), Sujitno (Sin Tit Po, Surabaya), dan Mohammad Junus (Bahagia, Semarang).
Pada akhir Desember 1933, bertepatan dengan rencana penyelenggaraan Kongres Indonesia Raja kedua, polisi Belanda melarang kegiatan tersebut. Lalu tak selang lama di kota Surakarta sejumlah wartawan Indonesia mengadakan rapat untuk membentuk Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI).
Berdirinya PERDI dengan azas perjuangannya menunjukkan bahwa wartawan Indonesia tidak mundur terhadap usaha pengekangan oleh pihak kepolisian Belanda/penjajah.
Di antara tokoh-tokoh lain dan anggota PERDI tercatat nama-nama W.R. Supratman (pencipta lagu Indonesia Raya), Mohammad Yamin, A.M. Sipahutar, Sumanang dan Adam Malik.
Sipahutar dan Adam Malik adalah pendiri kantor berita nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937 yang sampai saat ini Media tersebut masih eksis.
Peranan kantor berita Antara di masa pergerakan waktu itu diwujudkan melalui penyiaran berita-berita menyokong pergerakan nasional mencapai Indonesia merdeka. Karena itu, pihak penjajah tidak jarang melancarkan penggerebekan terhadap kantor kantor Antara dan menjebloskan wartawan wartawannya ke dalam penjara.
Pemberangusan pers terus menerus dilancarkan karena itu termaktub dalam Persbreidel Ordonnantie tahun 1931 buatan Belanda apabila melanggar akan ditindak tegas oleh pemerintah Belanda.
Persbreidel ordonantie sendiri merupakan peraturan pengekangan kebebasan pers yang diberlakukan pada era Hindia Belanda, dimana maklumat tersebut tertuang dalam Staatsblad 1931 No. 394 dan Staatsblad 1931 No.44 kemudian aturan itu berjalan dimulai pada 7 September 1931.
Peraturan ini dibuat Pemerintah Hindia Belanda guna mencegah surat kabar dan majalah yang mengganggu ketertiban umum, bersifat agitatif hingga mengajak masyarakat Indonesia untuk menentang pemerintahan Belanda kala itu. Makan peraturan dibuat sedemikian rupa agar tidak adanya propaganda atau informasi yang bersifat mengajak revolusi
Kemudian Baru pada tahun 1954 Persbreidel Ordonnantie 1931 dicabut dengan keluarnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1954, mengingat peraturan Belanda tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 19 UUDS 1950.
Begitu pula pembreidelan pers dan penangkapan wartawan terjadi atas dasar pasal-pasal dalam Reglemen Staat van Oorlog en Beleg (SOB) peninggalan pemerintah kolonial Belanda.
Hingga akhirnya usulan untuk penghapusan pengekangan kebebasan pers diinisiasikan oleh Wakil Presiden Moh Hatta, Mr. Ali Budiardjo dan M. Kosasih Poerwanegara.
Pengusulan dan pernyataan para tokoh tersebut tersimpan rapih di Inventaris Arsip Sekretariat Negara Kabinet Perdana Menteri RI 1950-1959 Jilid I No. 3560.
Kemudian Peraturan ini dicabut ketika Indonesia merdeka melalui terbitnya Undang Undang Nomor 23 tahun 1954 tentang Pencabutan Persbreidel Ordonantie.
sumber : SEKILAS SEJARAH PERS NASIONAL