PINUSI.COM - Nasi Padang jadi pilihan favorit masyarakat untuk mengisi perut yang lapar. Beragamnya menu yang ditawarkan, sepertinya susah membuat orang bosan untuk menyantap nasi padang.
Belum lagi makanan pendamping semisal krupuk kulit atau bakwan udang, membuat selera makan selalu menggebu-gebu.
Tapi, PINUSIAN pasti pernah bertanya-tanya, "kenapa ya nasi padang porsinya lebih banyak kalau dibungkus daripada makan di tempat?".
Ternyata, pertanyaan itu memiliki jawaban yang mengikutsertakan sejarah panjang sejak zaman kolonial loh, PINUSIAN!
Dirangkum dari berbagai sumber, sebenarnya nasi Padang bukan hanya berasal dari Kota Padang loh, melainkan semua wilayah Sumatera Barat. Lalu kenapa nasi Padang kalau dibungkus lebih banyak porsinya ketimbang makan di tempat?
Konon, pada abad ke-19, ketika Kota Padang menjadi pintu gerbang aktivitas perekonomian di Sumatera Barat. Di masa kolonial Belanda, di Sumatera Barat banyak tempat-tempat peristirahatan pejabat dan pedagang yang menjual hasil bumi.
Di sinilah mulai banyak bermunculan kedai-kedai nasi. Bagi masyarakat Minangkabau, mereka menyebut lapau nasi, los lambuang atau karan. Sebutan ini jauh populer sebelum adanya sebutan Rumah Makan Padang.
Penamaan nasi Padang dimulai pada 1937 dengan adanya iklan yang menggunakan nama Restoran Padang atau Rumah Makan Padang yang dalam bahasa Belanda "Padangsch Restaurant”.
Hal ini membuat Nasi Padang menjadi makin populer dimana-mana karena banyak para perantau Minang yang membawa cita rasa masakan ini keluar Sumatera Barat.
Nasi Padang yang dibungkus lebih banyak porsinya terdapat beberapa versi. Ada yang menyebut, tradisi ini sudah ada sejak zaman kolonial sebagai bentuk solidaritas sesama pribumi. Karena dahulunya yang hanya bisa menikmati makan di warung-warung nasi hanya para orang-orang Belanda.
Masyarakat miskin yang membeli dengan dibungkus diberi porsi lebih banyak agar bisa dimakan bersama keluarganya di rumah.
Versi lain menyebutkan porsi yang dibungkus lebih banyak karena menghormati para pelanggan. Dengan dibungkus, pemilik restoran atau warung enggak perlu repot mencuci piring.
Berbagai versi ini tersirat makna orang Minang melestarikan nilai-nilai leluhur dalam berbagi dan menghargai sesama. Hingga saat ini kebiasaan porsi yang dibungkus lebih banyak tetap diwariskan di berbagai Rumah Makan Padang