PINUSI.COM - Isu kekerasan terhadap perempuan perlu dikampanyekan kepada masyarakat secara lebih masif.
Berbagai kanal sosialisasi dapat dimanfaatkan, termasuk film dan foto sebagai medium yang lebih humanis.
Film dan foto bisa menjadi pilihan sarana kampanye yang efektif, guna mengangkat perspektif dan pengalaman hidup perempuan, terutama menyampaikan suara perempuan korban kekerasan yang belum berani melapor.
“Penggunaan medium populer, seperti film pendek dan foto, menjadi satu langkah penting untuk membangun kesadaran mengenai isu-isu perempuan."
"Film dan foto merupakan media yang sangat kuat untuk membangun empati, dan membuat kita bisa melihat perspektif lain dari kehidupan perempuan yang mungkin selama ini sering kali kita abaikan,” ujar Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Eni Widiyanti, dalam pemutaran film pendek 'Cantik,' sebagai rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP), di Jakarta, Minggu (10/12/2023).
Dalam kegiatan pemutaran film pendek ini, ditampilkan pula 16 karya fotografi yang menyuarakan dorongan perlindungan hak perempuan.
Eni menjelaskan, berdasarkan data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021, prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual terhadap perempuan usia 15-64 tahun, baik yang dilakukan oleh pasangan maupun selain pasangan, menurun dibandingkan tahun 2016, dari 33,4 persen menjadi 26,1 persen.
Namun demikian, Eni menilai, saat ini belum banyak perempuan yang berani melaporkan kekerasan yang dialaminya.
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) sepanjang 2023 menunjukkan, hanya 0,1 persen perempuan yang sudah berani melapor.
“Minimnya perempuan korban yang melapor disebabkan berbagai hal, antara lain takut, menganggap kekerasan yang dialaminya sebagai aib, ada stigma negatif pada diri korban, ketergantungan ekonomi kepada pelaku, kurangnya informasi dan masih terbatasnya akses layanan pengaduan, dan ketidaktahuan bahwa dirinya adalah korban."
"Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk mendorong perempuan korban kekerasan, agar berani melapor, supaya mendapatkan penanganan yang terbaik dan memberikan efek jera bagi pelaku,” papar Eni.
Menurut Eni, diperlukan adanya perubahan paradigma terhadap perempuan dan lingkungannya, agar berani melaporkan kekerasan yang dilihat, didengar, atau dialaminya.
“Penting bagi kita untuk terus membicarakan isu kekerasan terhadap perempuan, agar hal ini menjadi diskursus yang umum dan menjadi pemahaman bersama di masyarakat kita."
"Kami sangat menghargai kontribusi masyarakat sipil, khususnya para pekerja seni, dalam mengangkat perspektif dan pengalaman hidup perempuan,” tambah Eni.
“Berbagai bentuk sosialisasi kami lakukan, seperti photovoice, video campaign, diskusi interaktif, hingga training keahlian bagi perempuan."
"Malam ini, dengan menggunakan media film, Suara Hati Perempuan Foundation mempersembahkan sebuah film pendek berjudul ‘Cantik’,” tutur Nova Eliza, Founder Suara Hati Perempuan Indonesia.
Film ‘Cantik’ yang diproduksi Suara Hati Perempuan Foundation ini disutradarai langsung oleh Nova Eliza.
Film ini bercerita mengenai seorang aktris muda yang mendapatkan kekerasan seksual oleh manajernya.
Kematian aktris tersebut pun menggoncangkan dunia entertainment.
Seorang make-up artist yang juga sahabatnya, berusaha mengungkap penyebab kematian beserta kekerasan seksual yang dialami oleh aktris tersebut.
Film ini diperankan oleh Leony Vitria sebagai Poppy, Jihan Husein sebagai Sonya, dan Ayu Dyah Pasha sebagai Mami. (*)