PINUSI.COM - Pengusaha layanan satelit menjelaskan, Starlink menerima banyak perlakuan khusus dari pemerintah.
Perlakuan khusus ini dianggap membuat perusahaan lokal kesulitan bersaing.
Mengomentari masuknya Starlink ke Indonesia, Sigit Jatiputro, Sekjen Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI), menyatakan pengusaha lokal menganggap ada banyak kemungkinan persaingan yang tidak adil.
Dalam pertemuan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dia menyampaikan sejumlah tanda persaingan yang tidak sehat.
Salah satunya, dibandingkan dengan negara lain, Starlink menawarkan layanan dan perangkat dengan harga yang jauh lebih murah di Indonesia.
Harga layanan Starlink di AS 2,5 kali lebih mahal daripada di Indonesia.
Selanjutnya, biaya yang ditawarkan Starlink jauh di bawah biaya layanan yang ditawarkan oleh perusahaan satelit lokal.
Dia menjelaskan, harga layanan paling murah untuk pemain lokal adalah Rp3,5 juta, dan Starlink menawarkan paket pribadi paling dasar seharga Rp750 ribu, dan paket bisnis paling murah senilai Rp1,1 juta.
Ini berdampak pada bisnis lokal dengan harga yang berbeda jauh.
Pemain yang sudah ada tidak dapat berkembang karena harga rendah.
Karena Starlink baru beroperasi di Tanah Air selama 1-2 minggu, dia tidak dapat mengatakan dengan pasti berapa persen penjualan.
Namun, layanan yang dimiliki miliarder Elon Musk cepat menjadi populer di kalangan penggunanya.
Selain itu, dia berbicara tentang hak labuh atau hak landing.
Dia mempertanyakan aturan hak labuh yang dimiliki Starlink.
Sebaliknya, Starlink menegaskan mereka harus mendapatkan izin untuk setiap satelit yang mereka gunakan di Indonesia, karena mereka terus menambah satelit baru dengan spesifikasi baru setiap bulan. (*)