PINUSI.COM - Truk selama ini selalu menggunakan rem angin.
Sistem tersebut ternyata digunakan agar meringankan beban kerja sopir truk.
Truk, baik yang ukuran sedang ataupun besar, tetap harus dianggap sebagai kendaraan dengan bobot berat.
Itu belum termasuk bobot tambahan dari muatan yang dibawa.
Dari sudut pandang fisika dasar, bisa disebut jika massa (berat) yang bergerak semakin cepat, maka diperlukan gaya yang juga semakin meningkat untuk menghentikannya.
Di situlah peran sistem pengereman patut jadi perhatian, dan lebih spesifik lagi adalah performa sistem rem udara atau sering disebut rem angin.
Bagaimana sistem rem yang satu ini bisa diilustrasikan, ketika pengemudi mobil ukuran kecil menekan kaki mereka pada pedal rem, ada tuas yang mendorong piston ke master silinder, yang diisi dengan cairan hidrolik.
Minyak rem hidrolik dialirkan melalui saluran rem untuk kemudian ada tekanan yang ditransmisikan juga ke empat rem di setiap roda.
Sistem pengereman hidrolik tadi melipatgandakan kekuatan kaki pengemudi pada pedal rem, sehingga sistem pengereman mempunyai daya yang cukup untuk melakukan pengereman, dan membuat laju mobil melambat dan bahkan sampai berhenti.
Sementara, rem udara bekerja menggunakan udara terkompresi sebagai pengganti minyak rem hidrolik.
Alasan butuh pasokan udara ke sistem pengereman, karena udara bertekanan dapat terus-menerus diproduksi.
Tidak seperti cairan hidrolik, yang membutuhkan pengisian ulang dan ada potensi kebocoran, sehingga bisa membuat performa pengereman menurun atau bahkan hilang.
Oleh penemu sistem ini, George Westinghouse (1846-1914), diciptakan prinsip dasar sistem rem udara tiga katup. yang awalnya diterapkan pada kereta api.
Sebelum ada teknologi rem udara, di sebuah kereta api ada tugas bagi juru rem, untuk mengoperasikan rem tangan secara manual, guna memperlambat maupun menghentikan laju kereta.
Teknologi buatan Westinghouse memanfaatkan tekanan udara untuk melepaskan jepitan kampas rem.
Jika sistem dibuang, tekanan udaranya maka rem akan bekerja dan menghentikan laju kereta.
Prinsip dasar ini masih banyak dipakai oleh pabrikan truk, saat merancang sistem rem angin di kendaraan buatan mereka.
Satu hal yang patut diperiksa rutin dengan cermat adalah potensi adanya air, yang muncul akibat udara yang terkondensasi akibat kinerja rem angin itu sendiri.
Kandungan air ini bisa menghambat aliran udara ke seluruh sistem rem angin, sekaligus bisa menyebabkan rem malah terkunci.
Namun, Dharmawan Edy Susanto, VPC CBU Sales Operation PT DCVI saat ditemui beberapa waktu lalu, menyebut tetap ada syarat dan ketentuan berlaku agar sistem pengereman sebuah truk, termasuk rem angin, bisa berfungsi dengan baik.
Hal itu adalah perlunya perhatian cermat atas bobot beban yang diangkut truk tersebut.
"Setiap roda punya beban maksimalnya, sehingga kalau ada kelebihan muatan secara ekstrem, maka setiap roda juga akan berpotensi mengalami beban kerja yang berlebihan," papar Dharmawan.
Ia mengambl perumpamaan pada truk 'ODOL' alias Over Dimenssion, Over Load.
"Beban yang berlebihan sebenarnya akan membuat struktur dari truk dan juga komponennya, dalam hal ini sistem pengereman, tidak bisa berfungsi dalam kondisi yang laik secera teknis," terangnya. (*)