PINUSI.COM - Kecelakaan Bus Trans Putera Fajar di Ciater, Subang, Jawa Barat, menelan belasan korban jiwa rombongan SMK Lingga Kencana Depok.
Hal ini terjadi karena bus mengalami rem blong ketika melakukan perjalanan.
Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menegaskan, setiap Perusahaan Otobus (PO) harus melakukan uji berkala armada, dan mengimbau penggunaan sabuk keselamatan pada angkutan umum, demi mengurangi tingkat fatalitas kecelakaan.
"Kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah kecelakaan yang menimpa rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang, yang diduga akibat rem blong pada bus."
"Berdasarkan informasi terkini, jumlah korban jiwa sebanyak 11 orang yang terdiri dari 6 perempuan dan 5 laki-laki, serta jumlah korban luka berat sebanyak 12 orang dan luka ringan sebanyak 20 orang," ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Darat Hendro Sugiatno di Jakarta.
Menindaklanjuti hal tersebut, ia menyatakan Bus Trans Putera Fajar tidak memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkala (BLU-e) sudah kedaluwarsa, karena berlaku hingga 6 Desember 2023.
Informasi tersebut tertera dengan jelas di aplikasi Mitra Darat.
Dengan kata lain, kendaraan tersebut tidak dilakukan uji berkala perpanjangan setiap 6 bulan sekali, sebagaimana yang ada di dalam ketentuan.
"Kami meminta agar setiap PO bus dapat secara rutin melakukan uji berkala pada kendaraannya, sesuai dengan yang tercantum pada Permenhub Nomor PM 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor."
"Telah dinyatakan Uji Berkala (KIR) wajib dilakukan oleh pemilik."
"Bagi kendaraan yang telah beroperasi tentunya secara berkala, yakni setiap enam bulan wajib dilakukan uji berkala perpanjangan," jelas Hendro.
Dalam penjelasannya, ia juga mengingatkan untuk selalu memperhatikan kondisi kendaraan.
Jika pada awal keberangkatan kendaraan dirasa sudah tidak sesuai, sopir diimbau untuk tidak memaksakan perjalanan.
Untuk PO bus yang tak berizin tetapi mengoperasikan kendaraannya, akan dikenakan pidana, dan pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya.
Sementara, menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 310 menyebutkan setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia, dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 juta.
Selain itu, pihaknya menekankan pentingnya penggunaan sabuk keselamatan pada angkutan umum.
Berdasarkan Permenhub Nomor PM 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaran Bermotor, Pasal 2 ayat (1) mengatakan, setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis.
"Persyaratan teknis tersebut terdiri atas perlengkapan keselamatan yang salah satunya adalah Sabuk Keselamatan."
"Setiap bus wajib menyediakan tempat duduknya dengan sabuk keselamatan, dan wajib digunakan oleh pengemudi maupun penumpang," beber Hendro.
Ditjen Perhubungan Darat melalui Balai Pengelola Transportasi Darat bersama dengan Dinas Perhubungan Provinsi, juga akan melakukan monitoring dan evaluasi pengujian berkala kendaraan bermotor di seluruh Indonesia.
"Yang tidak kalah penting adalah perlunya keterlibatan peran serta masyarakat, terutama pengguna jasa, dalam pengecekan kelaikan jalan armada bus melalui aplikasi Mitra Darat."
"Saat ini, aplikasi bisa dengan mudah diunduh pada ponsel dan pengecekannya pun cukup mudah, hanya dengan memasukan nomor polisi kendaraan," terangnya Hendro. (*)