PINUSI.COM - East Ventures dan Royal Group Indonesia berinvestasi dalam perusahaan bioteknologi PathGen, juga dikenal sebagai PathGen Diagnostik Teknologi.
Pendanaan ini akan dialokasikan untuk mengembangkan beberapa fokus utama.
Ini termasuk pemanfaatan teknologi, perluasan pasar, serta penelitian dan dengembangan (R&D).
Namun, jumlah investasinya tidak disebutkan.
PathGen menawarkan solusi diagnostik molekuler yang dapat diakses dan diandalkan untuk mengidentifikasi risiko berdasarkan riwayat keluarga, menentukan prognosis (prakiraan kemungkinan terkena penyakit tertentu), dan memprediksi respons pengobatan.
Mereka sedang mengembangkan alat pengujian genetik molekuler untuk kanker kolorektal, paru-paru, serviks, dan nasofaring.
Perusahaan yang berdiri pada 2020 ini mengembangkan sistem diagnostik molekuler, menggunakan teknologi mutakhir seperti sequencing Next-Generation (NGS), untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya.
NGS telah merevolusi genomik yang memungkinkan analisis genom berukuran besar secara cepat dan hemat biaya, dan pada saat yang sama, memungkinkan pembuatan profil penyakit yang lengkap.
Metode ini menemukan variasi genetik yang terkait dengan respons dan metabolisme obat, yang memungkinkan pengobatan yang disesuaikan untuk setiap pasien.
Selain itu, PathGen menggunakan patologi digital dan platform AI untuk meningkatkan presisi dan akurasi diagnostik.
Alat tes ini sebagian besar akan berbasis PCR, untuk memfasilitasi pengujian yang lancar dan meningkatkan adopsi di pasar Indonesia, memanfaatkan banyaknya instrumen PCR di Indonesia karena pandemi Covid-19.
PathGen berharap dapat memberikan solusi pengujian komprehensif yang layak secara teknis dan finansial dengan infrastruktur yang ada, dan mempertimbangkan kendala harga di pasar Indonesia, dengan memanfaatkan teknologi PCR.
Sampai 2020, kanker masih menjadi masalah kesehatan dunia yang menyebabkan hampir 10 juta kematian.
Sekitar 25% kasus kanker terjadi di negara berkembang dan negara berpendapatan rendah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, akses terhadap pengobatan kanker yang efektif masih terbatas.
Lebih dari 90 persen negara berpendapatan tinggi memiliki sumber daya yang memadai, hanya 15 persen negara berpendapatan rendah yang memilikinya. (*)