Persoalan All England boleh saja KOI dan PBSI teruskan ke CAS, pemerintah tidak halangi tapi menolak untuk terlibat
PINUSI.COM – Persoalan All England 2021 belum usai, meski surat permintaan maaf sudah dilayangkan Presiden Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) Poul Erik Hoyer Larsen kepada pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Tindakan diskriminatif yang dialami para atlet bulutangkis Indonesia saat mengikuti kompetisi All England 2021 yang lalu, sungguh melukai hati dan harga diri, dan tak bisa diselesaikan dengan hanya permintaan maaf saja.
Beberapa hari terakhir, santer terdengar soal rencana membawa persoalan ini ke Badan Abitrase Olahraga Internasional (CAS). Opsi ini pertama kali dihembuskan oleh Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) atau National Olympic Committee (NOC) Indonesia, Raja Sapta Oktohari pada Jumat 19 Maret 2021 yang lalu.
Kala itu, Okto—sapaan akrabnya—menyatakan tidak bisa terima perlakuan yang didapat para wakil bulutangkis Indonesia yang dipaksa mundur dari kompetisi. Alasan tindakan diskriminatif itu, karena di pesawat yang ditumpangi para atlet tersebut terdapat penumpang yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Ironisnya, hasil tes yang menunjukan para atlet negatif Covid-19 tak mampu mengubah keadaan. Di samping itu, identitas penumpang yang terpapar Covid-19 pun tak kunjung dipublikasikan. Oleh karena itu, Okto berencana membawa persoalan ini ke CAS.
"Kami sudah berkomunikasi dengan PBSI, dengan Kemenpora, dengan Kementerian Luar Negeri, dengan Asian Badminton Federation, dan kami juga akan meneruskan tragedi atau skandal ini ke level yang paling tinggi, atau kalau memungkinkan ke arbitrase internasional," ujar Okto saat itu.
Rencana ini makin santer dan jadi buah bibir, lantaran pada Senin (22/3/2021) lalu, muncul unggahan akun Twitter Badminton Talk yang mengumumkan bahwa persoalan All England 2021 ini secara resmi sudah dilaporkan ke CAS. “Mari kita kawal dengan bijaksana tanpa perlu melakukan hate speech ke pihak manapun,” tulis akun itu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KOI Ferry Kono memastikan bahwa urusan membawa persoalan ke CAS masih sebatas rencana atau opsi. Pasalnya, tak ingin gegabah dalam bertindak, dan KOI pun masih menunggu surat dari BWF.
KOI, lanjut dia, juga harus berkoordinasi dengan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dan pemerintah. Dan untuk itu, mesti menunggu pimpinan pulang dari kegiatan kongres Asian Cycling Confederation (ACC) di Dubai, Uni Emirat Arab.
"Kami harus duduk bersama stakeholder lain dan menunggu sikap PBSI. Kalau masih tidak puas dan mau lanjut ke CAS, kami fasilitasi. Kami juga masih menunggu surat balasan BWF, karena kemarin kan surat yang dibalas itu ke pemerintah. Yang jelas opsi ke CAS itu muncul sebelum surat terakhir permintaan maaf BWF disampaikan ke pemerintah. Kami pasti akan koordinasi dengan pemerintah dan PBSI," tegas dia, menukil detikcom, Rabu (24/3/2021).
Sementara itu, pemerintah melalui Kemenpora telah menyatakan sikapnya untuk tidak mau terseret dalam urusan ini. Meski begitu pemerintah juga tidak mau menghalangi niatan KOI dan PBSI untuk membawa persoalan All England 2021 ke CAS.
"Bukan kami tidak care. Kalau KOI atau PBSI tetap mau (meneruskan ke CAS) ya monggo, karena memang berhak bagi yang merasa ada ketidakadilan. Kami tidak bilang stop, tapi jangan tuntut pemerintah turut campur tangan soal itu. Bahkan DPR sepakat dengan kami, untuk hanya mengevaluasi,” kata Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto, Rabu (24/3/2021).
Lebih lanjut dijelaskan, ada beberapa pertimbangan pemerintah untuk tidak mau ikut campur. Yang pertama, pihak BWF telah menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden RI Joko Widodo, menteri terkait, duta besar, hingga fans bulutangkis Indonesia, secara resmi.
Alasan lainnya, sambung Gatot, Indonesia berencana mengikuti bidding (lelang) untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2032, dikhawatirkan bisa terdampak jika persoalan All England 2021 diteruskan ke CAS.
Selaras itu dia turut mengingatkan, bukan saja pemerintah yang bakal terkena dampak melainkan juga PBSI dan KOI. Oleh karena itu, harus pintar-pintar dalam menjaga hubungan. Pasalnya berkenaan bidding—khususnya bidang bulutangkis—yang bertugas melakukan pemeringkatan bukan pihak dari Komite Penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 (TOCOC) tetapi BWF.
"Kecewa boleh, marah wajar, tapi apa sih kurangnya mereka sudah minta maaf bahkan menyebut kepada Presiden RI dan sebagainya. kita harus berpikir ulang karena kepentingan kita panjang. Jangan lupa kita itu lagi kencang-kencangnya (mempersiapkan) Olimpiade 2032," imbuhnya.