search:
|
PinNews

Koalisi Masyarakat Sipil: Hentikan Intimidasi Warga Pakel

Rabu, 12 Jun 2024 06:15 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil:  Hentikan Intimidasi Warga Pakel

Warga desa Pakel mendatangi Mapolresta Banyuwangi menuntut pembebasan Muhriyoni. Foto: Arsip Rukun Tani Sumberejo Pakel atau RTSP


PINUSI.COMKoalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTPS), TeKAD GARUDA, KontraS, Walhi Nasional, Walhi Jawa Timur, YLBHI, LBH Surabaya menilai perlakuan terhadap Muhriyono, warga Desa Pakel, Banyuwangi sebagai bentuk pelanggaran hak atas prinsip peradilan yang adil (fair trial) dan menyimpang dari kaidah penangkapan yang diatur dalam KUHAP.

Tindakan penangkapan oleh Polresta Banyuwangi dilakukan secara sewenang-wenang, serampangan dan tidak dilakukan secara proporsional hingga telah mengingkari peraturan internal kepolisian.

Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menilai penangkapan itu sebagai pelanggaran terhadap hak atas peradilan yang adil dan menabrak aturan serta standar penangkapan yang tertuang  dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta masuk dalam kategori penghilangan orang secara paksa dalam durasi singkat (short enforced disappearances). 

“Tidak diketahuinya keberadaan Muhriyono oleh pihak keluarga hingga satu hari berselang sejak penangkapan dan tidak adanya kejelasan tentang motif atau alasan penangkapan yang ditunjukkan oleh anggota kepolisian Polresta Banyuwangi menunjukkan adanya intensi untuk menyangkal keberadaan Muhriyono dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum” ujar Dimas dalam keterangannya, Selasa (11/6).

Dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi melalui UU No. 12/2005 Pasal 9, jelas disebutkan tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang dan tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum.

"Instrumen hukum internasional HAM PBB juga menjamin bahwa setiap orang berhak atas kemerdekaan dan berhak bebas dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang oleh negara," katanya.

Sebelumnya,  Minggu (9/6) pukul 19.30 WIB, terjadi penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Banyuwangi (Polresta Banyuwangi) kepada Muhriyono yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) . Penangkapan terjadi pada saat Muhriyono sedang makan malam di kediamannya sepulang dari menggarap lahan.

Sekelompok orang tidak dikenal (OTK) berpakaian preman berjumlah lima orang merangsek masuk rumah dan sepuluh lainnya mengepung rumah. Belakangan diketahui para OTK tersebut merupakan anggota kepolisian dari Polresta Banyuwangi.

Muhriyono dibawa pergi tanpa alasan kepada pihak keluarga. Akibatnya, RTSP mendatangi dan menuntut Polresta Banyuwangi untuk memberikan informasi terkait keberadaan Muhriyono. Polresta Banyuwangi bergeming dan tidak memberikan informasi apapun.

"Informasi keberadaan Muhriyono baru diketahui keesokannya, Senin (10/06) dengan status terperiksa sebagai saksi. Pada hari yang sama juga, tim hukum TeKAD GARUDA mendapatkan kabar jika status Muhriyono dinaikkan sebagai tersangka setelah ditangkap paksa," paparnya.

Koalisi menilai terjadi kesalahan prosedur dalam penangkapan tersebut, karena dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum dan melanggar prinsip HAM mengingat penangkapan tidak disertai dengan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) KUHAP.

Penangkapan sewenang-wenang tentunya tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme Polri sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Kapolri No 12/2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Pasal 34 ayat (2) dan Pasal 66 ayat (2), serta Peraturan Kapolri No 07/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 7.

Adanya penyimpangan penangkapan yang dilakukan terhadap Muhriyono, koalisi menilai pemidanaan tersebut telah mencederai hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pemenuhan hak atas tanah sebagaimana telah diperjuangkan selama ini oleh warga dan RTSP.

"Pemidanaan tersebut kami nilai sebagai suatu bentuk pembungkaman. Alih-alih langkah penyelesaian sengketa konflik agraria, yang mana juga telah menunjukkan pelanggaran terhadap instrumen hak asasi manusia, salah satunya pasal 28A UUD NRI 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya," terang Dimas.

Kasus kriminalisasi berawal dari sengketa lahan antara warga desa Pakel dengan PT. Bumi Sari. Koalisi menilai penyelesaian sengketa tersebut harus menggunakan mekanisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan sebelum melakukan penuntutan secara pidana.

Apa yang dilakukan Muhriyono, menurut koalisi, merupakan bentuk untuk mendapatkan pemenuhan hak atas tanah dan keberlanjutan kehidupan keluarganya. Karena itu, Muhriyono sejak awal tidak boleh dituntut secara perdata maupun pidana, sebagaimana  diatur dalam pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo. UU Nomor 6 Tahun 2023 yang menyatakan 'Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata'.

Karena itu, koalisi mendesak agar kepala Polresta Banyuwangi membebaskan Muhriyono dari tahanan dan menghukum anggota polisi yang melakukan penangkapan sewenang-wenang sebagai  upaya untuk menjaga ketertiban hukum di masyarakat;

Koalisi juga mendorong Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) Mabes Polri melakukan pemeriksaan terhadap tindakan berlebihan yang menyimpangi aturan hukum yang dilakukan oleh anggota Polresta Banyuwangi sebagai sebuah mekanisme korektif lembaga kepolisian.

Terakhir, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) diminta bertindak proaktif dalam melakukan pengawasan termasuk memanggil dan memeriksa anggota Kepolisian Polresta Banyuwangi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan Perpres Nomor 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Pasal 8 ayat 1);



Editor: Jekson Simanjuntak

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook