search:
|
PinNews

Kementerian PPPA Pastikan Korban Kasus Kekerasan di Pondok Pesantren Kediri dan Keluarganya Mendapatkan Keadilan

ragil dwisetya utami/ Sabtu, 02 Mar 2024 12:00 WIB
Kementerian PPPA Pastikan Korban Kasus Kekerasan di Pondok Pesantren Kediri dan Keluarganya Mendapatkan Keadilan

Kementerian PPPA menyayangkan dan mengutuk keras kembali terjadinya kasus kekerasan di lingkup pondok pesantren, hingga mengakibatkan hilangnya nyawa santri BB (14) di Kediri, Jawa Timur. Foto:pexels.com/Karolina Grabowska


PINUSI.COM - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyayangkan dan mengutuk keras kembali terjadinya kasus kekerasan di lingkup pondok pesantren, hingga mengakibatkan hilangnya nyawa santri BB (14) di Kediri, Jawa Timur.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar menegaskan, pihaknya akan terus mengawal dan memantau proses hukum para tersangka, dan upaya pendampingan bagi keluarga anak korban.

“Kami di jajaran Kemen PPPA mengucapkan belasungkawa yang mendalam atas meninggalnya anak korban BB (14) akibat kekerasan fisik atau penganiayaan yang dialaminya, ketika sedang mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah, Kediri."

"Kami juga sangat prihatin kekerasan masih terus terjadi di pondok pesantren dan bahkan menyebabkan korban meninggal."

"Ini menjadi alarm keras bagi institusi/lembaga keagamaan berbentuk boarding school, untuk lebih memberikan perlindungan kepada para santri mereka."

"Kami berharap tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan, khususnya pondok pesantren,” ujar Nahar lewat keterangan tertulis, Rabu (28/2/2024).

Mengutip informasi yang didapatkan oleh Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, Nahar mengungkapkan pada 23 Februari silam, pihak keluarga anak korban menerima kabar dari pondok pesantren mengenai meninggalnya anak korban karena sakit lambung dan terjatuh di kamar mandi.

Pihak pondok pesantren mengatakan, anak korban telah dibawa ke rumah sakit namun tidak tertolong.

Ketika keluarga anak korban menerima kepulangan jenazah, ditemukan darah yang mengalir dari keranda jenazah.

Dari situlah kecurigaan keluarga semakin menguat dan meminta agar kain kafan anak korban dibuka.

Kondisi jenazah anak korban sangat memprihatikan dengan berbagai luka yang terlihat jelas di sekujur tubuh.

Keadaan tubuh anak korban penuh lebam, luka robek, luka sundutan rokok di kaki, luka menganga pada dada, hingga luka jeratan di leher.

“Dugaan penganiayaan yang dialami anak korban diperkuat dengan adanya bukti dari berbagai luka yang tampak jelas di sekujur tubuh."

"Saat ini, kami sudah mendapatkan informasi terkait identitas terduga empat orang tersangka, di antaranya MN (18), MA (18), AF (16), dan AK (17), dan mereka sudah diamankan."

"Kami akan mengawal kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang semestinya,” tutur Nahar.

Nahar mengemukakan, Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Kediri, dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A Kabupaten Banyuwangi, dalam upaya pendampingan lanjutan, hukum maupun psikologis.

Pada 26 Februari, Tim Pendamping Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banyuwangi telah berkoordinasi dengan Polresta Banyuwangi, dan memberitahukan keluarga korban untuk melakukan visum anak korban.

Pada 27 Februari, Bupati Banyuwangi beserta jajaran dan dinas terkait lainnya turun langsung untuk melakukan penjangkauan ke keluarga anak korban.

“Berdasarkan keterangan ibu anak korban, anak korban sempat menghubungi melalui pesan instan WhatsApp dan minta untuk dijemput."

"Namun, ibu anak korban tidak mengiyakan permohonan tersebut, sebab sebentar lagi anak korban akan libur imtihan (libur Bulan Ramadan), dan anak korban pun mengiyakan."

"Tapi pada saat itu, ibu anak korban sudah memiliki firasat yang kurang baik, dan akhirnya ibu anak korban sempat pesan travel untuk menjemput."

"Namun keesokan harinya, anak korban menelpon dan mengatakan pada ibu anak korban tidak perlu menjemput karena anak korban baik-baik saja,” jelas Nahar.

Nahar mengatakan, keempat tersangka sudah diamankan oleh Polresta Kediri dan diketahui salah satu tersangka masih memiliki hubungan keluarga (saudara sepupu) dengan anak korban.

Menurut keterangan kakak anak korban, tersangka kerap iri dengan anak korban, sebab anak korban sering mendapatkan kiriman uang dari orang tuanya yang bekerja di luar kota.

Ponsel anak korban pun sering digunakan oleh para tersangka untuk bermain gim dan lain sebagainya. 

Atas perbuatan tersebut, para tersangka melanggar Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat 3 UU 35/2014 tentang Perubahan Atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 170 dan  pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana penjara 3 tahun 6 bulan, dan paling lama 15 tahun, jika mengakibatkan korban meninggal dunia. 

Bagi pelaku yang masih berusia anak, maka perlu memedomani UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

“Kami akan terus memantau dan memastikan anak korban dan keluarga mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada."

"Kami pun siap memberikan bantuan pendampingan bagi keluarga korban, baik itu pendampingan secara hukum maupun psikologis."

"Kami berharap pihak-pihak berkepentingan lainnya pun menaruh perhatian serius dalam upaya pencegahan terhadap kasus kekerasan di lingkungan pendidikan dan pesantren, agar tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat adanya kekerasan dan penganiayaan,” beber Nahar.

Terkait pencegahan, Nahar mengingatkan orang tua agar selalu melakukan pengawasan dan memperhatikan segala sikap dan perilaku anak.

Keluarga memiliki peran utama dalam memberikan pengawasan terhadap perilaku dan tumbuh kembang anak, dengan rutin melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi perilaku berisiko ataupun menyimpang. 

Nahar berharap, ada upaya pencegahan agar kasus serupa tidak berulang, baik dari pihak pondok pesantren dan orang tua santri, untuk terus mengingatkan para santri agar dapat saling menghargai satu sama lain, dan menghindari perilaku-perilaku yang berindikasi pada kekerasan atau perundungan. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: ragil dwisetya utami

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook