search:
|
PinNews

Infirmus Abi, Dicap Gila Karena Sumber Mata Air

Selasa, 11 Jun 2024 13:48 WIB
Infirmus Abi, Dicap Gila Karena Sumber Mata Air

Infirmus Abi berpose saat menerima penghargaan Anugerah Kalpataru 2024 di Jakarta. Foto: Antara/Dok. Pribadi


PINUSI.COM, JAKARTA - "Saya disebut gila oleh keluarga dan juga tetangga saya karena hanya air setiap hari," ucap Infirmus Abi memulai kisahnya.

Infirmus Abi, 49 tahun. Pria ini dari Desa Benlutu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) , Nusa Tenggara Timur.

Di momen Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024. Ia menerima penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Infirmus punya empati besar. Ia prihatin pada warga di desa kelahirannya yang harus memikul air setiap hari untuk keperluan hidup.

Ia lantas memikirkan cara untuk membantu. Agar masyarakat mendapatkan air bersih dengan mudah.

Pasalnya untuk sampai ke sumber mata air, warga sekitar perlu berjalan sekitar 300 meter. Harus melintasi jalan curam dan licin.

Belum lagi saat sudah mendapatkan air. Warga di dusun sekitar harus memikul air dengan kondisi jalan setapak. Mereka mendaki tanpa ada tangga dan juga pegangan di kiri kanan.

Kondisi sulit itu setidaknya dihadapi warga hingga 2020. Sampai akhirnya Infirmus berhasil menyambungkan air dari sumbernya di dekat kampung ke rumah-rumah warga sekitar.

Hal itu ia dilakukannya sendiri dan suka rela. Tidak ada warga atau keluarganya yang membantu.

Bahkan istrinya kerap marah-marah dan mengeluh. Karena sikap Infirmus yang kala itu dinilai tak memperhatikan keluarganya. 

Pria ini disebut gila. Karena selama tiga tahun keluarganya merasa kurang diperhatikan.

Infirmus tak punya latar pendidikan insinyur atau ahli instalasi air. Ia menyesaikan pendidikan di SMA Kristen So'e pada 1992.


Selama tiga tahun, setiap jam enam pagi, ia pergi ke mata air. Dan baru pulang jam tujuh malam, demi membantu warga mendapatkan air dengan mudah.

Mengenang masa-masa itu, wajahnya sedih. Air matanya tampak tergenang di pelupuk. Ia mengingat sikap orang-orang terdekatnya  yang dirasanya tak mampu memahami perjuangannya demi memenuhi kebutuhan orang banyak.

Infirmus berkaca ke belakang, semua tantangan itu jadi motivasi dirinya untuk membuktikan kepada keluarganya dan warga sekitar. Bahwa dia bisa melakukan apa yang sudah dikerjakan dari awal.

Pada 2019, suami dari Yasinta L Klau itu meminta bantuan ke pemerintah desa. Agar menganggarkan untuk membeli pompa hidran serta pipa. Sehingga bisa mengalirkan air ke Desa Lalip, tempatnya tinggal.

Pemerintah desa kemudian menyetujuinya. Namun proses pengerjaannya hanya dilakukannya sendiri tanpa bantuan warga atau keluarga terdekat.

Sebab, kala itu tidak ada yang percaya. Bahwa usaha yang dilakukan Infirmus akan membuahkan hasil.

Meskipun bekerja di tengah ketidakpercayaan warga lain, Infirmus tetap pada tekadnya. Pikirannya sederhana, ia tak ingin anak-anak cucunya dan warga lain harus turun naik bukit untuk mengambil air.

Usahanya berhasil. Infirmus bisa menyambungkan mata air menuju dusun tempat dia tinggal. Panjang pipanya mencapai lima kilometer.

Tapi sayang, beberapa warga yang tak senang dengan keberhasilannya, memotong pipa. Sehingga air yang sudah berhasil mengalir terbuang begitu saja.

Ada kurang lebih 15 titik lokasi yang pipanya dipotong. Hanya karena melihat keberhasilan Infirmus Abi.

Dia kemudian mengambil dana pribadi tanpa sepengetahuan istrinya. Sebesar Rp800 ribu. Yang kemudian dibelikan pipa bekas untuk dilas.

Kala itu, istrinya marah besar. Karena untuk membeli beras saja susah. Tapi uangnya malah digunakan untuk mmbeli pipa bekas.


Pindah Kebun Demi Pertahankan Mata Air

Saat Infirmus masih SMP, sekitar tahun 1982. Ayahnya sering mengajak ke kebun. Lokasinya hanya beberapa meter dari mata air.

Ia menyaksikan area kebun milik orang tuanya itu berada di ketinggian. Sangat tandus karena minim air.

Setelah itu, tiga tahun kemudian, Infirmus Abi meminta ayahnya untuk tak berkebun lagi di lokasi dekat sumber mata air itu. Tapi pindah ke tempat lain.

Ia lalu mulai menghijaukan lokasi kebun lama itu dengan menanam banyak pohon. Untuk bisa menjaga sumber air yang telah ada sejak nenek moyang mereka.

Atas inisiatifnya, keluarga bersepakat untuk tak lagi berkebun dan bertani di lahan itu. Lalu mulai menanam jenis pohon pelindung, tanaman produktif, sirih, buah, pinang, kemiri, lamtoro, dan anakan bambu.

Infirmus kemudian mendapatkan bantuan 250 anakan pohon pinang. Untuk ditanam di lokasi mata air tersebut.

Ia juga mencari anakan pohon yang batangnya besar dan banyak rantingnya.  Sehingga daerah sekitar tampak gelap walaupun di siang hari.

Kini, sumber mata air di dusun tersebut semakin melimpah. Saking melimpahnya, Infirmus mendapatkan bantuan satu lagi pompa hidran dari TNI AD.

Infirmus yang hanya lulus sekolah melalui paket C itu juga bisa merakit sendiri pompa hidran. Sekarang sudah ada tujuh di lokasi mata air tersebut.

Mata air yang ada kini tak hanya digunakan untuk 190-an kepala keluarga di dusun tersebut. Tapi juga disebar ke dua dusun lainnya.

Keluarga dan tetangganya kini percaya dengan usaha Infirmus. Namun cap kegilaan masih belum terhapus. Yakni gila dalam menghadirkan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dusun.

Selain kelimpahan air, dia dan keluarga kini juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Dari hasil panen buah pinang yang sudah dia tanam dari beberapa tahun lalu.

Infirmus percaya. Bahwa melakukan sesuatu mesti ikhlas. Tak perlu berharap imbalan. Ia yakin balasan setimpal akan datang dari Tuhan.



Editor: Fahriadi Nur

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook