search:
|
PinNews

Duo Pimpinan IKN Mundur, CORE: Berdampak Nyata Terhadap Investasi

Kamis, 06 Jun 2024 14:45 WIB
Duo Pimpinan IKN Mundur, CORE: Berdampak Nyata Terhadap Investasi

Titik Nol Nusantara di wilayah Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Foto: Antara


PINUSI.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal tidak menampik adanya goncangan besar, setelah dua pimpinan tertinggi badan otorita IKN menyatakan mundur dari jabatannya.

"Itu yang pasti, ya," ujar Faisal dalam sesi dialog 'Pinus Talk' di Jakarta, Kamis (6/6).

Menurutnya, dari sudut pandang investasi hal itu menjadi sesuatu yang serius. Karena tanpa kemunduran duo pimpinan tertinggi badan otorita IKN saja, selama ini investor masih menimbang-nimbang keterlibatan mereka.

"Kalo kita ingat-ingat sebelumnya ada investor asing yang tadinya minat berinvestasi, kemudian mundur. Kemudian ada lagi dan ternyata mundur. Nggak jadi," katanya.

Itu sebabnya investor yang ada saat ini di IKN Nusantara hanyalah investor lokal atau berasal dari dalam negeri. Disamping itu ada pendanaan yang bersumber dari APBN.

Pada kondisi itu, kata Faisal, pemerintah perlu memandang ke depan. Tidak lagi berkutat pada persoalan yang terjadi sekarang ini. Karena di depan yang diharapkan adalah hadirnya banyak investasi. Tentu saja karena APBN sudah tidak mampu diandalkan sebagai sumber utama pembangunan Nusantara.

Sepanjang tahun 2024, pemerintah telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp45 triliun. Anggaran tersebut merupakan bagian dari  alokasi keseluruhan yang besarnya mencapai Rp400 triliun hingga tahun 2024.

"Rp45 triliun itu yang sudah direalisasikan pada tahun 2024. Untuk 2024 sendiri sebenarnya dana yang dialokasikan sebesar Rp100 triliun. Jadi ini belum sampai setengahnya," papar Faisal.

Oleh sebab itu, jika berbicara soal APBN, angka yang sudah digelontorkan ternyata masih jauh performanya dari yang direncanakan. Peruntukannya pun lebih banyak pada pembangunan infrastruktur dasar. 

"Karena tidak mungkin kita mengandalkan investor untuk awal," jelasnya.

Jamaknya, investor akan tertarik ketika pemerintah ikut serta dan pembangunan sejumlah infrastruktur dasar telah selesai. Baru kemudian ada kepastian dari pemerintah sebagai jaminan bahwa investasi yang digulirkan bisa terlaksana.

"Baru investor yakin, tentu saja ada kalkulasi bisnisnya. Apalagi investasi di IKN ini bukan jangka pendek, jangka menengah. Jangka panjang bisa jadi," terangnya.

Menurut Faisal, jika merujuk pada realisasi penggunaan APBN yang jauh dibawah target, hal itu menjadi catatan tersendiri. Kini situasinya semakin kompleks ketika pembangunan infrastruktur dasar yang menggunakan APBN ternyata tidak maksimal. Ditambah lagi pengunduran diri pimpinan otorita IKN.  

Padahal sebelumnya, pemerintah berharap APBN digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar, didukung dengan kehadiran para investor lokal. Baru kemudian, keterlibatan investor diperluas, termasuk yang berasal dari luar negeri, mengingat kebutuhan yang jauh lebih besar ketimbang yang direalisasikan saat ini.

Karena itu, penunjukan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Wamen ATR/BPN Raja Juli Antoni sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otorita IKN, menurut Faisal, sudah tepat.

Langkah yang diambil pemerintah dengan mencari sosok pengganti yang paling bisa diandalkan dari sisi kinerja, integritas dan hal teknis lainnya diharapkan mampu menaikkan lagi kepercayaan diri investor.

"Itu saya pikir tepat. Pemilihan Pak Basuki itu tepat. Ketika dua pimpinan badan otorita yang lama mundur, pemerintah memang harus cepat-cepat cari penggantinya," kata Faisal.

Selain itu, pengganti kepala otorita yang telah mengundurkan diri haruslah bisa dipercaya oleh pasar karena terkait dengan pasar investasi. Dan yang terpenting, menteri Basuki merupakan sosok yang cakap dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur dalam 10 tahun terakhir. 

"Jadi basicnya adalah orang yang paham sekali dalam pembangunan infrastruktur dan itu adalah Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono," terangnya.

Sementara penunjukan Plt wakil kepala otorita IKN yang jatuh kepada Raja Juli, yang notabene Wamen ATR/BPN, menurut Faisal, tidak bisa dipisahkan dari permasalahan terkait lahan. Hal itu sangat berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dasar.

"Artinya, masalah lahan masih menjadi masalah krusial yang mempengaruhi kepercayaan investor," paparnya.

Ketika persoalan lahan masih belum diselesaikan, investor biasanya enggan untuk berinvestasi. Investor butuh kepastian terkait status lahan yang akan digunakan.

"Ini yang kalau dari berbagai macam investigasi dan riset yang dilakukan di daerah memang ada kasus-kasus seperti ini. Jika hal-hal itu tidak segera dibereskan dengan baik atau partisipatif oleh pemerintah, hal itu akan mempengaruhi kepentingan investor," tegas Faisal.

Selain itu, Faisal juga memaparkan tentang pentingnya berkaca dari sejumlah negara yang telah melakukan pemindahan ibu kota. Mengundang investasi untuk pembangunan ibu kota baru ternyata bukan perkara mudah.

"Banyak negara telah membangun ibu kota baru dan telah melakukannya berpuluh-puluh tahun sebelum Indonesia. Sebut saja Brasil, Tanzania, dan Malaysia," paparnya.

Dari pengalaman negara-negara tersebut, kata Faisal, terutama di tahap awal, Brasil dan Tazania sudah menetapkan bahwa pendanaannya bersumber dari anggaran dalam negeri.

"Ntah itu dari pendapatannya keseluruhan atau dari pinjaman luar negeri atau utang pemerintah yang berasal dari luar (foreign loan)," jelasnya.

Yang agak berbeda justru Malaysia. Ibu kota Putrajaya dibangun berdasarkan skema Public Private Partnership. Tidak menggantungkan sepenuhnya pada APBN, sehingga ada peran swasta disitu.

"Tapi bentuknya bukan swasta murni yang kita bilang itu KPBU," terangnya.

Namun perlu dilihat ada perbedaan mencolok antara Putrajaya dengan Nusantara di Kalimantan Timur. Putrajaya sangat dekat dengan Kuala Lumpur, sementara Nusantara letaknya sangat jauh dari Jakarta.

"Jadi dari sudut pandang investor masih memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan membangun dari hutan dan letaknya jauh dari ibu kota lama yakni Jakarta," papar Faisal.

Faisal menambahkan, "Dalam catatan saya, ini adalah pembangunan ibu kota baru yang paling jauh dari lokasi ibu kota lama. Bahkan jika dibandingkan dengan Brasil."

Dengan demikian, dari sudut pandang investor hal itu lebih berisiko. Mereka harus berpikir berkali-kali saat memutuskan untuk berinvestasi di IKN NUsantara.

"Jika kita bandingkan tadi misalnya, Putrajaya, artinya usaha yang diperlukan untuk menarik investor menjadi lebih menantang," tandasnya.



Editor: Jekson Simanjuntak

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook