PINUSI.COM - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyoroti kasus pungutan liar (pungli) yang melibatkan pegawai KPK di tiga rumah tahanan.
Fakta ini mengguncang integritas lembaga anti-korupsi tersebut, menimbulkan keprihatinan atas perilaku yang melanggar etika di dalamnya.
Menurut anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, kasus pungli terjadi di tiga lokasi berbeda, yaitu di Rutan Merah Putih, Rutan C1, dan Rutan Guntur.
Dewas KPK telah membagi kasus pungli di rutan ini menjadi sembilan berkas, dengan enam di antaranya telah diproses melalui pemeriksaan mendalam.
"Saat ini kita telah memeriksa enam berkas perkara, sedangkan tiga berkas lainnya masih dalam tahap penelaahan."
"Dalam tiga berkas yang belum ditelaah, terungkap adanya peran dari Kepala Rutan KPK," ungkap Syamsuddin kepada wartawan, Senin (22/1/2024).
Dari hasil pemeriksaan, Dewas KPK menemukan berbagai bentuk fasilitas yang diberikan kepada para pemberi pungli.
Tahanan diketahui menerima fasilitas seperti pemesanan makanan dan dijenguk di luar jam besuk.
Hal ini menciptakan bayangan serius tentang sejauh mana peraturan dan etika lembaga dipertahankan.
"Intinya ya segala macam. Ada untuk pesan makanan. Untuk bisa menggunakan handphone."
"Mungkin juga untuk yang Anda maksud itu ya (suap pungli untuk besuk diluar jadwal kunjungan tahanan)."
"Mesti dicek satu-satu, banyak sekali," tambahnya.
Syamsuddin mengungkapkan, uang pungli tersebut diterima oleh pelaku melalui rekening pribadi masing-masing.
Temuan Dewas mengindikasikan uang pungli digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti pembelian bensin dan makanan.
"Itu uangnya untuk beli bensin, untuk makan, dan segala macam."
"Lagipula kan, itu tidak sekaligus, jadi ada yang sebulan itu dapat Rp1 juta, ada yang sebulan itu dapat Rp1,5 juta, sesuai dengan posisi masing-masing," terangnya. (*)