PINUSI.COM - Pesawat Jeju Air Boeing 737-800 mengalami insiden tragis di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, pada Minggu (30/12/2024) pagi. Pesawat yang lepas landas dari Bangkok tersebut diduga menabrak burung (bird strike), yang kemudian memicu kegagalan sistem roda pendaratan. Akibatnya, pesawat harus mendarat darurat dengan badan pesawat langsung menghantam landasan pacu dan akhirnya menabrak tembok beton sebelum terbakar hebat.
Dua Kru Selamat di Bagian Ekor
Dari total 181 orang di dalam pesawat, yang terdiri dari 175 penumpang dan 6 kru, hanya dua kru yang berhasil selamat dari kecelakaan mematikan ini. Berdasarkan laporan CNN, kedua korban selamat tersebut, seorang pria dan seorang wanita, ditemukan di bagian ekor pesawat—satu-satunya bagian yang relatif masih utuh setelah kecelakaan.
Baca Juga: Misteri Kecelakaan Pesawat Jeju Air di Bandara Muan, Diduga Serangan Burung
Korban pria berusia 33 tahun, yang juga kru pesawat, kini dirawat di Rumah Sakit Ewha Seoul. Meskipun menderita patah tulang, ia telah sadar dan mampu berkomunikasi. Dalam pernyataannya, ia mengungkapkan, “Ketika saya bangun, saya sadar sudah diselamatkan.” Sementara itu, kru wanita yang juga selamat tengah mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Asan Seoul.
Kecelakaan ini memunculkan kritik terhadap desain bandara, khususnya tembok beton yang berada di ujung landasan pacu. Profesor Ilmu Aeronautika Universitas Silla, Kim Kwang-il, menyebut tembok tersebut melanggar standar keselamatan penerbangan internasional. Menurutnya, tembok ini memperparah dampak kecelakaan, yang seharusnya bisa dicegah jika hanya terdapat pagar lunak seperti pada bandara lain.
Black Box Rusak, Penyelidikan Tertunda
Baca Juga: Haru, Pesan Terakhir Penumpang Jeju Air Sebelum Kecelakaan
Dua kotak hitam pesawat, yaitu Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR), telah ditemukan. Namun, FDR dilaporkan rusak, yang kemungkinan akan menunda proses investigasi. CVR masih dalam kondisi utuh dan akan digunakan untuk menganalisis percakapan terakhir di kokpit sebelum insiden.
Proses penguraian data FDR diperkirakan memakan waktu sekitar satu bulan. Jika analisis lebih lanjut diperlukan, perangkat ini mungkin akan dikirim ke Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB), yang dapat memperpanjang waktu investigasi hingga enam bulan.