PINUSI.COM - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada hampir semua barang dan jasa yang menjadi objek pajak. Kebijakan ini menuai perhatian publik karena dianggap bertentangan dengan narasi awal bahwa PPN 12% hanya akan dikenakan pada barang-barang mewah.
Sama seperti sebelumnya, barang yang dikecualikan dari PPN meliputi bahan pangan untuk sembako, jasa pendidikan dan kesehatan dasar, serta transportasi. Namun, perbedaan mencolok terletak pada pengurangan daftar barang yang dikecualikan. Bahan pangan premium, serta layanan pendidikan dan kesehatan kelas atas, kini dimasukkan dalam kategori barang kena pajak.
Selain itu, hanya tiga komoditas minyak goreng bermerek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri yang akan menikmati kebijakan PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1%. Dengan demikian, tarif efektif untuk ketiga komoditas ini tetap 11% sepanjang 2025.
Baca Juga: Bobby Nasution Tak Ambil Pusing Usai Dipecat PDIP, Tegaskan Jadi Kader Gerindra
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menyoroti potensi dampak luas dari kebijakan ini. Menurutnya, penerapan PPN 12% akan memengaruhi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari, termasuk peralatan elektronik, suku cadang kendaraan, hingga kebutuhan rumah tangga seperti deterjen dan sabun mandi.
"Narasi pemerintah semakin kontradiktif dengan keberpihakan pajak. Apakah deterjen dan sabun mandi kini dikategorikan sebagai barang mewah?" ujar Bhima dalam siaran persnya, Selasa (17/12/2024).
Susiwijono, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan bahwa kebijakan PPN bersifat umum. Artinya, hampir semua barang dan jasa—mulai dari pakaian, kosmetik, hingga layanan digital seperti Spotify dan Netflix—akan dikenakan PPN 12%, kecuali yang telah dikecualikan secara khusus oleh regulasi.
Baca Juga: Timnas Indonesia Fokus Hadapi Filipina untuk Tiket Semifinal Piala AFF 2024
"Pengelompokan barang kena pajak sudah jelas, termasuk mana yang mendapat tambahan 1% dari sebelumnya 11%. Barang dan jasa lainnya, seperti layanan premium dalam pendidikan dan kesehatan, akan dikenakan pajak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022," ujar Susiwijono.
Susiwijono juga menekankan bahwa arahan Presiden Prabowo Subianto adalah memprioritaskan pengenaan PPN terhadap barang dan jasa mewah. Meski demikian, dalam praktiknya, hampir semua barang dan jasa akan terkena tarif 12% terlebih dahulu sebelum diterapkan pengecualian di tingkat teknis.
"Level teknis akan membahas barang dan jasa apa saja yang masuk kategori mewah. Tapi saat ini, semua barang kena pajak diberlakukan tarif baru," tegasnya .