PINUSI.COM - Kasus penganiayaan yang dialami Luthfi, seorang mahasiswa koas, kini menjadi perhatian publik dan merembet hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski tidak secara langsung terlibat dalam penyelidikan pidana, KPK kini memeriksa kejanggalan terkait kekayaan salah satu pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Penganiayaan terhadap Luthfi dilakukan oleh Fadillah alias Datuk, yang merupakan sopir keluarga dari Lady, seorang mahasiswa Universitas Sriwijaya, Palembang. Kejadian bermula ketika Lady keberatan dengan jadwal piket malam Tahun Baru yang ditentukan oleh Luthfi di salah satu rumah sakit di Palembang. Hal ini memicu tindakan semena-mena dari Datuk terhadap Luthfi.
Keterlibatan KPK dalam kasus ini bermula dari ayah Lady, Dedy Mandarsyah, yang diketahui menjabat sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Barat (BPJN Kalbar). Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Dedy yang tercatat di KPK kini sedang dalam proses analisis untuk menelusuri asal-usul kekayaannya yang diduga janggal.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyebut bahwa analisis awal sedang dilakukan untuk menentukan apakah diperlukan proses pemeriksaan lebih lanjut. “Analisis ini dilakukan oleh Direktorat LHKPN KPK dan hasilnya akan menentukan langkah selanjutnya,” ujarnya pada Sabtu (14/12/2024).
Dedy terakhir kali melaporkan LHKPN pada 14 Maret 2024 dengan total kekayaan mencapai Rp9,4 miliar. Berikut adalah rincian kekayaan tersebut:
Tanah dan bangunan: Rp750 juta, terdiri dari beberapa properti di Jakarta Selatan.
Kendaraan: Mobil Honda CR-V 2019 senilai Rp450 juta.
Harta bergerak lainnya: Rp830 juta.
Surat berharga: Rp670,7 juta.
Kas dan setara kas: Rp6,7 miliar.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menambahkan bahwa analisis ini dilakukan dalam waktu sekitar satu minggu. Jika ditemukan kejanggalan, Dedy akan dipanggil untuk klarifikasi.
Pahala juga menjelaskan bahwa analisis LHKPN ini dipicu oleh informasi viral yang beredar di masyarakat. Langkah ini menjadi bagian dari komitmen KPK dalam merespons laporan publik terkait harta pejabat negara yang mencurigakan.