PINUSI.COM - Kasus korupsi di Indonesia sering terjadi, Menteri BUMN Erick Thohir berharap kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo pada tahun 2016 sampai 2019 cepat di tuntaskan.
Hal tersebut di sampaikan Erick untuk menanggapi keputusan terkini Kejaksaan Agung yang memeriksa kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo pada tahun 2017.
Erick berharap kasus ini cepat selesai. "Hal itu penting bagi Perum Perindo, sebagai perusahaan BUMN yang strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan di sektor perikanan dan juga menyejahterakan para nelayan kita," ujarnya.
Erick memberikan dukungan penuh dan menghormati proses penyidikan yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap Perum Perindo agar kinerja dan citra perusahaan pemerintah bisa kembali positif.
"Saya mendorong semaksimal mungkin agar kasus ini tuntas dan direksi-direksi yang mengetahui dan terlibat, siap mempertanggungjawabkan," ujarnya.
Erick selalu menekankan akan pentingnya penerapan prinsip dasar AKHLAK di Kementerian BUMN dan semua perusahaan pemerintah.
Sebagai catatan, AKHLAK merupakan akronim dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kooperatif.
Kementerian BUMN selalu melibatkan lembaga pengawasan keuangan pemerintah, seperti BPKP, BPK, dan Kejaksaan Agung serta KPK untuk memberikan edukasi. Selain itu KPK juga memberikan pengawasan keuangan negara.
Erick mengatakan kalau ada karyawan BUMN yang mengetahui tanda-tanda korupsi harap lapor ke saya! Saya akan bertindak tegas, tidak mentoleransi dan tidak mau berkompromi terhadap praktek korupsi di lingkungan BUMN.
Awal Mula Kasus Korupsi
Berdasarkan informasi Kejaksaan Agung, kasus ini bermula pada 2017, saat Perum Perindo menerbitkan utang jangka menengah (medium term notes/MTN) untuk mendapatkan dana dari jualan prospek penangkapan ikan. Saat itu, terkumpul dana MTN mencapai Rp200 miliar.
Namun, sebagian besar dana yang dipakai untuk modal kerja perdagangan itu menimbulkan permasalahan kontrol transaksi yang melemah. Dalam hal ini, transaksi terus berjalan meski mitra Perum Perindo yang terlibat terindikasi kredit macet.
Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu mengalami keterlambatan perputaran modal kerja. Hal itu akhirnya membuat sebagian besar menjadi piutang macet dengan total nilai mencapai Rp181,2 miliar. (mdp)