PINUSI.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons langkah Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri yang membawa dokumen kasus dugaan korupsi di Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub), pada sidang praperadilan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, Firli Bahuri memang mempunyai dokumen tersebut, karena kasus DJKA Kemenhub itu telah diusut KPK sebelum Firli dinonaktifkan.
Alex mengatakan, sebagai pimpinan KPK, Firli Bahuri dapat mengumpulkan dokumen serta memiliki akses terhadap dokumen-dokumen penyidikan.
"Pak Firli kan pimpinan KPK, Ketua KPK. Kalau dokumen seperti itu, kan itu sudah lama juga kejadiannya."
"Misalnya ada penyidikan yang waktu itu kita tahu arahnya ke mana, dan juga diperiksa di Dewas."
"Kan yang bersangkutan juga bisa mengumpulkan dokumen dan punya akses dokumen-dokumen itu," sambungnya.
Alex yakin, dokumen yang dibawa Firli Bahuri ke sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, merupakan pegangan ketika aktif sebagai Ketua KPK.
"Dokumennya kan diperoleh saat yang bersangkutan aktif. Kan enggak mungkin disobek, otomatis dokumennya enggak berlaku karena sudah nonaktif, kan enggak," terang Alex.
Alex menyatakan, apabila Firli Bahuri memang membutuhkan dokumen KPK untuk proses peradilan, maka pihak KPK akan memberikannya melalui surat yang diajukan Firli.
"Misalnya yang bersangkutan sudah tak aktif, tapi ketika yang bersangkutan merasa perlu ada dokumen yang disimpan KPK dan untuk kepentingan pembelaan Pak Firli di persidangan, kita kasih kok. Tinggal Firli ajukan surat, pasti kita kasih," ungkapnya.
Menurutnya, ketika KPK memberikan dokumen untuk proses persidangan, maka dokumen tersebut secara normatif rahasia.
Namun, apabila dibutuhkan untuk mencari keadilan, KPK akan memberikannya.
"Ini bukan sesuatu yang kemudian kita keep, tapi ketika kita memberikan sesuatu untuk proses persidangan, kenapa tidak?"
"Secara normatif dokumen itu rahasia, tapi ketika dibutuhkan untuk mencari keadilan kita kasih," tegas Alex.
Sebelumnya, Tim Advokasi Bidang Hukum Polda Metro Jaya (Bidkum PMJ) mempermasalahkan pengacara Firli Bahuri, yang membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Bukti tersebut dibawa dalam sidang praperadilan yang diajukan Firli Bahuri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, karena tak terima atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh PMJ.
Tim Advokasi Bidkum PMJ menilai, bukti tersebut tidak ada relevansinya dengan perkara Firli yang tengah diuji di praperadilan. Mereka lantas menanyakan hal tersebut kepada ahli.
"Ada beberapa dokumen dijadikan barbuk, dan kami sudah punya 159 barbuk yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan."
"Tapi, pemohon menyampaikan barbuk yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang praperadilan," kata Kabidkum PMJ Kombes Putu Putera Sadana.
Menurut Putu, bukti yang dinilai tak ada korelasinya tersebut adalah P26 dan P27. Di mana, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang OTT DJKA. Putu menyebut, hal itu tidak linear dengan apa yang tengah dibahas.
"Karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah."
"Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak? Karena dalam kepolisian dirahasiakan," beber Putu.
Putu menyebut, P37 yang hampir semua terkait DJKA, dijadikan sebagai barbuk (barang bukti). Dia juga menanyakan terkait korelasinya dengan kasus yang tengah dibahas. (*)