PINUSI.COM - Peneliti ASA Indonesia Institute Reza Indragiri Amriel menilai, sikap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang mangkir dan ogah diperiksa di Mapolda Metro Jaya, merupakan bentuk perlawanan.
"Dengan gambaran situasi sedemikian rupa, penundaan oleh terperiksa dapat dipahami sebagai bentuk tentangan, bahkan tantangan terhadap polisi," ucap pakar psikologi forensik itu.
Firli kembali mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi oleh Polda Metro Jaya, Selasa (14/11/2023).
Firli sudah dua kali tak memenuhi panggilan penyidik dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Firli juga tak menghadiri panggilan polisi pada Selasa (8/11/2023) lalu.
Firli pun menolak diperiksa di Mapolda Metro Jaya. Ia lagi-lagi meminta pemeriksaan digelar di Kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).
Menurut Reza, sikap polisi nantinya akan menyediakan dasar bagi publik untuk menilai keadilan (equity) polisi dalam memperlakukan warga negara yang bermasalah hukum.
"Jika polisi terus bertoleransi, bisa terkirim pesan ke publik bahwa sikap tidak tunduk pada otoritas penegakan hukum adalah sah-sah saja dan tidak berkonsekuensi apa pun," ucap Reza.
Untuk itu, kata Reza, polisi perlu menolak permintaan dispensasi dari Firli. Bahkan, tersedia alasan subjektif bagi polisi untuk melakukan penahanan terhadap Firli sebagai terperiksa.
"Yakni, agar tidak menghilangkan barang bukti dan melarikan diri."
"Sikap tidak patuh si terperiksa juga patut mendapat atensi kejaksaan, yaitu untuk mengajukan tuntutan hukuman lebih berat," ucap Reza.
Polda Metro Jaya tengah mengusut dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo oleh pimpinan KPK.
Status kasus ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan. Meski demikian, sampai saat ini Polda Metro Jaya belum juga menetapkan tersangka dalam perkara ini. (*)