PINUSI.COM - Kaya akan budaya dan sejarah, membuat Yogyakarta menjadi pilihan wisatawan lokal hingga mancanegara selain Bali.
Berikut ini 3 destinasi wisata sejarah dan budaya anti mainstream di Yogyakarta, versi Visiting Jogja:
1. Cepuri Parangkusumo
Tidak hanya hamparan pasir, gumuk pasir, dan desiran ombak laut selatan, di kawasan area Pantai Parangkusumo terdapat bangunan sakral, yaitu Cepuri Parangkusumo.
Cepuri Parangkusumo merupakan struktur bangunan berwujud pagar keliling, yang di dalamnya terdapat dua buah batu hitam (watu gilang).
Oleh masyarakat, batu hitam yang besar dinamakan Selo Ageng, sedangkan batu hitam yang kecil dinamakan Selo Sengker.
Struktur pagar yang mengelilingi Selo Ageng dan Selo Sengker berukuran 16,4 m x 13,22 m yang tingginya 1,27 m serta tebalnya 0,25 m, dengan gapura menghadap ke arah selatan.
Cepuri Parangkusumo banyak dikunjungi oleh peziarah, terutama pada malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon.
2. Candi Gebang
Berbeda dengan Candi Prambanan yang sudah sangat terkenal ke penjuru dunia, Candi Gebang merupakan candi yang indah mungil, namun belum terlalu banyak yang mengetahui keberadaannya.
Candi Gebang terletak di antara perumahan warga sekitar di daerah Condongcatur, di sebelah selatan Desa Gebang, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, lebih kurang 11 Kilometer dari pusat Kota Yogyakarta.
Candi ini kecil karena hanya akan kita jumpai 1 candi yang berdiri tegak di sini, berdiri kokoh di antara lahan yang cukup luas dan pemandangan indah.
Candi Hindu ini pertama kali ditemukan warga sekitar, karena ditemukannya Lingga dan Yoni beserta Patung Ganesha yang diperkirakan dari abad ke-8, saat ditemukan pada tahun 1938.
3. Lampah Budaya Mubeng Benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Tradisi yang diikuti oleh ratusan orang ini sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono II, untuk menyambut malam satu suro.
Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk intropeksi dan pendeketan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, supaya selalu diberikan perlindungan dan keselamatan.
Rangkaian ritual Lampah Budaya Mubeng Benteng Keraton diawali pelantunan tembang macapat oleh para abdi dalem, yang dalam tiap kidung liriknya terselip doa-doa serta harapan. Pelantunan macapat ini dilaksanakan di Keben Keraton Yogyakarta.
Sebagai bentuk perenungan dan introspeksi diri, para peserta tirakat selama mengalami mengelilingi benteng dilarang berbicara, minum, maupun merokok. (*)