PINUSI.COM - Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku, merupakan salah satu penghasil kelapa terbesar di Indonesia, dengan total produksi sebesar 21.315 ton kelapa pada 2021, setara dengan 19,98% produksi kelapa di Maluku.
Laman Jalur Rempah Kemdikbud melansir, sentra produksi kelapa di Kabupaten Maluku Tenggara terdapat di Kei Besar.
Mayarakat Kei Besar telah hidup sebagai petani kelapa secara turun-temurun dari leluhur mereka, dan terus dilestarikan hingga kini.
Kondisi fisiografis Kei Besar yang memanjang dan ramping memungkinkan seluruh wilayah di pulau tersebut memiliki iklim pesisir yang sesuai untuk berkembangnya kelapa.
Selama perjalanan dari Kei Kecil menuju Pelabuhan Elat di Kei Besar pun tampak perkebunan kelapa dari kejauhan.
Ekspansi dan perkembangan perkebunan kelapa di Kei Besar telah menciptakan ketergantungan masyarakat pada satu komoditas perkebunan, dan menutup peluang masuknya tanaman perkebunan lainnya untuk dikembangkan.
Ketergantungan pada komoditas kelapa tersebut pada akhirnya menjadi bencana ketika munculnya kejadian Waur Gate pada 2003, yaitu ketika terjadinya eksplosi hama kutu perisai kelapa jenis aspidiotus destructor rigidus meijn (homoptera: diaspididae), yang merongrong daun kelapa secara sporadis, hingga kelapa tidak dapat berfotosintesis dan akhirnya mati.
Berdasarkan hasil audiensi bersama masyarakat Ohoi (Desa) Waur pada pertengahan Oktober 2022 lalu, penulis memperoleh berbagai wawasan tentang kejadian Waur Gate tersebut.
Menurut kesaksian warga setempat, ketika wabah tanaman kelapa terjadi, Kei Besar tampak berwarna kuning dari kejauhan akibat seluruh tanaman kelapa ratusan hektare di pulau tersebut diserang oleh kutu perisai.
Kejadian tersebut akhirnya membunuh seluruh kelapa di Kei Besar.
Serangan hama tersebut berdampak jangka panjang terhadap penghidupan masyarakat lokal selama beberapa tahun ke depannya. Kelapa yang merupakan sumber pencaharian masyarakat hampir punah di Kei Besar.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah bersama pemerintah pusat, salah satunya dengan menyuntikan obat pada pohon kelapa.
Namun, usaha tersebut belum optimal. Selama wabah terjadi, pemerintah bersama masyarakat pun mencari alternatif komoditas perkebunan lainnya, yang dapat dikembangkan di Kei Besar. Salah satunya, tanaman rempah pala yang didatangkan dari Papua.
Tanaman pala yang ditanam di Kei Besar mulai berkembang dan menjadi alternatif penghasilan masyarakat setempat hingga saat ini.
Meskipun pala telah dikembangkan, wabah yang menjangkit tanaman kelapa tidak didiamkan begitu saja.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani wabah kelapa mulai menunjukkan hasil yang progresif, yaitu dengan mengintroduksikan predator alami kutu perisai kelapa, berupa serangga sejenis kumbang (chilocorus politus mulsant), dan beberapa jenis burung dari Pulau Jawa untuk mengeliminasi kutu perisai kelapa tersebut.
Sekitar 010, perkebunan kelapa mulai pulih dan kembali menjadi primadona bagi masyarakat sekitar, meskipun harga jual kelapa jauh lebih rendah dibandingkan harga jual pala dan turunannya (biji dan bunga pala).
Menurut masyarakat setempat, profesi petani kelapa adalah warisan yang harus dijaga secara turun-temurun.
Kejadian Waur Gate perkebunan kelapa di Kei Besar memberikan pelajaran kekayaan sumber daya alam Indonesia tak boleh hanya dibatasi dan bergantung pada satu komoditas.
Terlebih, kekayaan rempah-rempah Indonesia seharusnya dapat dimaksimalkan, dengan memperkenalkannya ke pulau-pulau kecil, yang biasanya hanya menghasilkan kelapa sebagai komoditas perkebunannya.
Selain dapat mencegah terjadinya kejadian Waur Gate, diversifikasi komoditas perkebunan dapat meningkatkan keunggulan komparatif antar-pulau, yang dapat menciptakan multiplier effect pada perekonomian masyarakat lokal. (*)