PINUSI.COM - Menkeu Sri Mulyani memberikan beberapa perintah kepada jajarannya terutama Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Hal itu ia sampaikan setelah kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, hal tersebut membuat publik menyoroti gaya hidup mewah pejabat negara itu.
Tak berselang lama, beredar foto dan video Suryo sedang mengendarai moge bersama komunitas pegawai pajak. Menurut Sri Mulyani hal tersebut melanggar asas kepatutan dan kepantasan publik.
BACA LAINNYA: Heru Budi Pilih Diam soal Polemik Kampung Susun Bayam
Ini daftar perintah Sri Mulyani kepada Dirjen Pajak Suryo Utomo.
- Sri Mulyani Perintahkan Dirjen Pajak Jelaskan Sumber Kekayaan
Ani sapaan akrabnya, mendesak Dirjen Pajak untuk mengklarifikasi perihal harta kekayaannya. Ia meminta Suryo untuk menjelaskan kepada publik asal muasal dari kekayaannya yang terlapor dalam LHKPN.
"Jelaskan dan sampaikan kepada masyarakat/publik mengenai jumlah Harta Kekayaan Dirjen Pajak dan dari mana sumbernya seperti yang dilaporkan pada LHKPN," dikutip dari Instagram Sri Mulyani, Minggu, (26/02/2023).
Desakan ini dikeluarkan Sri Mulyani setelah publik menyoroti peningkatan kekayaan Dirjen Pajak dalam beberapa tahun belakangan.
Menurut situs LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi, harta kekayaan Suryo pada tahun 2017 mencapai Rp 6,13 M. Lalu pada tahun 2021, harta Suryo tercatat Rp 14,4 M.
Dengan demikian, Harta Suryo melonjak sekitar Rp 8,3 M. - Sri Mulyani Minta Klub Moge Dirjen Pajak Dibubarkan
Sri Mulyani juga meminta klub motor gede pegawai pajak bernama klub BlastingRijder DJP dibubarkan. Hal itu dilakukan setelah beredarnya foto dan video Suryo tengah mengendarai moge bersama komunitasnya.
"Meminta agar klub BlastingRijder DJP dibubarkan. Hobi dan gaya hidup mengendarai Moge - menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP," tambah Sri Mulyani.
Bukan itu saja, Ani berpendapat kendati dibeli dengan uang gaji resmi, tetapi gaya hidup para pejabat yang mengendarai moge itu telah melanggar asas kepatutan dan kepantasan publik.
Editor : Costa Rando Masihin