search:
|
PinNews

Bawaslu DKI Jakarta Temukan Dua Kasus Serangan Fajar di Jaktim dan Jakbar

Dita Saputri/ Selasa, 13 Feb 2024 16:30 WIB
Bawaslu DKI Jakarta Temukan Dua Kasus Serangan Fajar di Jaktim dan Jakbar

Bawaslu DKI Jakarta menemukan adanya dugaan politik uang yang dilakukan para calon anggota legislatif (caleg). Foto: Google


PINUSI.COM - Jelang pemungutan suara Pemilu 2024 pada Rabu (14/2/2024) besok, Bawaslu DKI Jakarta menemukan adanya dugaan politik uang yang dilakukan para calon anggota legislatif (caleg).


Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Benny Sabdo mengatakan, kasus pertama ditemukan di Jakarta Timur oleh caleg Partai NasDem.


“Kami menemukan kasus dugaan politik uang pada tahapan kampanye kemarin yang dilakukan salah satu caleg DPRD DKI di Jakarta Timur,” ucapnya saat dikonfirmasi, Selasa (13/2/2024).


Kasus ini sudah diproses Bawaslu DKI dan tinggal menunggu keputusan.


“Perkara ini sudah diproses di Gakkumdu Bawaslu. Sudah masuk tahap pra-penuntutan,” ujarnya.


Kasus kedua terjadi di Jakarta Barat saat masa tenang Pemlu 2024 yang dilakukan caleg DPR dari Partai Golkar.


Kasus ini pun kini masih diselidiki oleh Bawaslu Jakarta.


“Ada informasi awal dugaan politik uang salah satu caleg DPR RI di wilayah Tambora, Jakarta Barat,” katanya.


Benny mengutuk keras praktik politik yang mulai marak terjadi jelang pencoblosan ini.


Ia mengingatkan para peserta pemilu tidak melakukan aktivitas kampanye, apalagi politik uang saat masa tenang Pemilu 2024.


“Bawaslu DKI melarang keras ada aktivitas kampanye di masa tenang kepada seluruh perserta pemilu, baik capres maupun caleg.”


“Apalagi mereka melakukan kegiatan politik uang, kami akan tindak tegas,” tuturnya.


Bawaslu DKI pun menegaskan tak akan segan memberikan sanksi tegas kepada para peserta pemilu yang melanggar aturan sesuai pasal 523 UU 7/2017 tentang Pemilu.


Bunyi regulasi itu ialah ‘Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000."


“Politik uang adalah kejahatan demokrasi dan merupakan tindak pidana pemilu,” cetus Benny. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Dita Saputri

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook