PINUSI.COM - Migrant Care, lembaga swadaya masyarakat pemerhati pekerja migran, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaudit pengiriman logistik pemilu lewat kantor pos.
Lembaga ini menemukan berbagai masalah ketika KPU mendistribusikan logistik pemilu bagi masyarakat Indonesia di luar negeri.
Staf Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care Trisna Dwi Yuni Aresta mengatakan, pendistribusian lewat pos hanya membuang anggaran, bahkan pos disebutnya sebagai lapak jual beli surat suara.
Pengiriman perlengkapan pemilu lewat pos sangat tidak efektif.
"Apalagi metode pos sering jadi alat perdagangan surat suara, karena pengiriman metode pos tidak bisa ditelusuri," kata Trisna, Minggu (25/2/2024).
Migrant Care berani mengeklaim pos sebagai tempat jual beli surat suara, lantaran logistik yang dikirim ke luar negeri tidak melalui mekanisme yang baik, sehingga timbul berbagai masalah.
Trisna mengatakan, masalah ini ditemukan pihaknya di berbagai negara, namun yang paling parah adalah yang terjadi di Hong Kong.
Dia mengatakan, jumlah WNI yang masuk DPT di negara ini mencapai 164.691 ribu, namun yang menggunakan hak pilihnya hanya 67.693 orang, atau hanya 41 persen.
"Ada surat suara yang return to sender, artinya surat suara itu kembali kepada panitia pemilihan luar negeri (PPLN) karena salah alamat, dan ada surat suara yang tidak dikembalikan oleh DPTLN," ungkap Trisna.
Trisna mengatakan, dari catatan pihaknya, sebanyak 21,062 surat suara atau 12,97 persen dikembalikan PPLN Hong Kong, tetapi sebagian besarnya justru tak dikembalikan, yakni sebanyak 58,797 atau 36,2 persen.
"Berarti jika kita total, ada sekitar 49,07 persen surat suara (metode pos) sia-sia tidak digunakan dalam memilih," ucapnya.
Trisna mengaku menayangkan hal itu, lantaran pengiriman logistik ke luar negeri memakan ongkos yang tak kecil, dia memperkirakan biaya pengiriman logistik untuk para WNI tembus Rp2,4 miliar
"2 dolar per surat suara. Kalau kita total, 2 dolar dikali 49 persen dari DPTLN adalah sekitar Rp78 ribu."
"Maka kalau kita total ada sekitar Rp2,3, hampir Rp2,4 miliar itu terbuang sia-sia karena surat suara tersebut tidak tersalurkan dengan baik," bebernya. (*)