PINUSI.COM - Executive Co-Captain Timnas AMIN Sudirman Said menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang menyatakan Presiden boleh berkampanye dan boleh memihak, sebagai praktik kenegaraan terburuk dalam sejarah pemilu di Indonesia.
Jokowi mengatakan, Presiden boleh memihak dan bahkan berkampanye langsung untuk pemenangan kontestan tertentu pada pilpres.
"Presiden tuh boleh lho kampanye. Presiden boleh memihak, boleh," ujar Jokowi di Pangkalan TNI Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Sudirman menyatakan keprihatinannya atas sikap dan pernyataan Presiden Jokowi itu.
Menurutnya, seorang presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan dan sebagai kepala negara, sepatutnya menjalankan kepemimpinan yang menjunjung etika.
Sebagai pemimpin bangsa dan negara yang beretika, lanjut Sudirman, Presiden seharusnya menunjukkan pemahaman dan keteladanannya dalam keseharian memimpin pemerintahan.
"Jokowi selaku negara dan kepala negara, serta siapapun sebagai anak bangsa, seharusnya senantiasa sadar bahwa Republik Indonesia lahir berkat pengorbanan darah dan nyawa para pejuang."
"Bangsa dan negara tercinta Indonesia jangan dirusak hanya karena ingin melanggengkan kekuasaan," tutur eks Menteri ESDM itu.
Pengorbanan para pejuang wajib dibalas oleh seluruh putra bangsa hari ini, melalui kerja nyata memajukan dan menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
Sudirman menambahkan, amanat dan nilai-nilai luhur kemerdekaan dimaksud tercermin dalam Sumpah Pemuda, rumusan UUD 1945, Proklamasi, Pancasila, hingga lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Etika kepemimpinan Presiden harus berlandaskan amanat dan nilai luhur kemerdekaan."
"Hal inilah yang perlu tercermin dalam setiap pemikiran, pertimbangan, dan keputusan atas kebijakan yang diambilnya."
"Presiden jangan sampai bertindak demi kepentingan kepentingan sepihak, segolongan, apalagi untuk sekeluarganya semata," jelas Sudirman Said.
Ia menegaskan, Presiden wajib mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan apa pun, terlebih untuk kelompok kecil, keluarga, dan diri sendiri.
"Presiden adalah kepala keluarga bagi Bangsa Indonesia, harus berpihak dan berdiri bagi seluruh lapisan rakyat," cetusnya.
Executive Co-Captain Timnas AMIN lalu mengingatkan 'cacat' kepemimpinan Jokowi di ujung masa baktinya.
Di antaranya, terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah kepemimpinan Anwar Usman, adik ipar Jokowi, yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka yang putra Jokowi, melenggang ke panggung kontestasi Pilpres 2024 sebagai cawapres.
Mahkamah Kehormatan memutuskan Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik berat.
Jabatan paman Gibran ini kemudian dicopot.
Presiden Jokowi terlihat secara terang benderang aktif melalukan upaya meningkatkan elektabilitas pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Bentuk dukungan dimaksud, antara lain, membagikan bantuan sosial (bansos) setiap berkunjung ke daerah.
Kegiatan ini dikemas sedemikian tupa sehingga paslon 2 memperoleh manfaat elektoral.
Atas rentetan cawe-cawe terkait kepentingan Pilpres 2024, Sudirman menyatakan perjalanan kehidupan demokrasi Indonesia sepanjang 70 tahun lebih rusak di akhir masa kepemimpinan Jokowi.
Akibatnya, menurut Sudirman Said, Pemilu 2024 menjadi pesta demokrasi terburuk dalam sejarah Republik Indonesia.
Unjuk kekuasaan dilakukan oleh seorang Presiden dengan menabrak rambu-rambu hukum, demi memenangkan kontestan 2, yang cawapresnya adalah putranya.
“Pemilu ini titik penting kehidupan berbangsa. Pelaksanaannya harus berlandaskan nilai luhur bangsa. Negara ini milik rakyat, bukan milik keluarga," papar Sudirman.
Diingatkan lagi, 'kewarasan' pengelolaan pemerintahan dan negara perlun dikembalikan agar bangsa besar ini tak masuk jurang keterpurukan, sebagai 'negara gagal.'
"Pengelolaan negara harus dikembalikan pada jalurnya.
Ucapan dan tindakan Presiden Jokowi nyata-nyata menggerus nilai luhur bangsa dan demokrasi.
"Apa yang akan kita wariskan ke anak cucu?" Tanya Sudirman Said. (*)