PINUSI.COM - Iwan, Wakil Sekjen Laskar Trisakti 08, menceritakan kembali tragedi Mei 1998.
Berikut ini poin penting dari peristiwa bersejarah tersebut, seperti yang disampaikan Iwan kepada PINUSI.COM, pada 19 Februari 2024.
1. Agenda berubah di tahun 1998
Saat terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden pada 1997, sebenarnya mahasiswa Universitas Trisakti mulai mendengar seputar gejolak yang terjadi, hingga isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Lalu, pada awal 1998 dilakukan perubahan agenda pergerakan, yang disetujui oleh 9 fakultas, 17 ketua himpunan, 9 ketua badan perwakilan mahasiswa, dan 47 unit kegiatan mahasiswa.
Agenda yang disepakati dari hasil rapat ini adalah melakukan dua kegiatan sebagai aksi kepedulian terhadap bangsa, yaitu aksi intelektual berupa diskusi yang bertujuan menyatukan visi misi antar-mahasiswa dari berbagai daerah yang kurang beruntung secara finansial.
Kedua, aksi sosial dengan dana anggaran yang cukup dari berbagai unit kegiatan mahasiswa, seperti membagikan 5.000 sembako yang dibagikan ke masyarakat, dan pemeriksaan kesehatan gratis.
Saat itu nilai dolar AS mencapai Rp10.000, yang memicu Gerakan Cinta Rupiah yang akhirnya didengar oleh Menteri Sosial saat itu, sebagai upaya menurunkan inflasi di tahun itu.
Namun, timbul aksi ketiga, yaitu orasi atau mimbar bebas dengan turun ke jalan.
2. Gugurnya 4 Mahasiswa dan 17 Korban Lainnya
Iwan juga mengakui, selain gugurnya 4 mahasiswa, ada 17 korban luka-luka akibat terkena peluru karet hingga sampur, dan kini menjadi relawan Laskar Trisakti 08.
Iwan menyampaikan alasan Laskar Trisakti 08 mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, karena ingin meluruskan sejarah dan mengungkap fakta tragedi 1998.
3. Pengusutan Heri Hartanto dan Golput
Masih membahas poin kedua, Iwan dan anggota lainnya mengaku selama 25 tahun berusaha mengusut peluru yang ada di Heri Hartanto dan golput.
Kenapa hanya mengusut peluru yang ada di tubuh Heri Hartanto? Karena tiga lainnya tembus dan tidak ditemukan, sedangkan di tubuh Heri Hartanto masih terdapat peluru.
Proses yang dinamakan TPF ini dikawal hingga Belfast, setelah tidak menemukan titik terang di Mabes Polri, Lab ITB, hingga Singapura.
Akhirnya di Belfast menemukan titik terang, peluru itu berasal dari senapan jenis SS1 dan Stein yang ada di Satuan Gegana Brimob Kelapa Dua.
Jadi, isu baret merah yang melakukan penembakan di Citraland diproses.
Lalu, ditariklah titik jatuh korban yang masih ada napak tilasnya, sampai sudut ketinggian pelurunya ditemukan titiknya di flyover.
4. Pertemuan dengan Jenderal di Jakarta Barat dan Hubungan dengan Paman Sam
Setelah tragedi 12 Mei 1998, Iwan bertemu dengan salah satu jenderal di daerah Jakarta Barat.
Bersama ketua senat, jenderal tersebut mengungkapkan, jika ingin menjatuhkan rezim atau pemerintahan, rumusnya “harus ada korban.”
Korbannya adalah mahasiswa yang berada di ibu kota negara, karena ada media tersebar.
Hubungan dengan negeri Paman Sam ini memang ada benang merahnya, karena dari cerita Iwan, pada 12 Mei 1998, sekitar 17 wartawan dari berbagai negara berada di lingkungan Universitas Trisakti sekitar pukul 04.30 WIB, karena “ada pesanan dari Paman Sam.” (*)