PINUSI.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak Polda Metro Jaya berani menahan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Firli Bahuri, usai diperiksa sebagai tersangka.
"Saya berharap betul, penyidik Polda berani melakukan penahanan terhadap Pak Firli, karena ini perkara korupsi," kata Boyamin.
Menurutnya, penyidik Polri harus berani menahan Firli Bahuri karena alasan objektif dan subjektif.
Selain itu, Firli sebagai Ketua KPK nonaktif memiliki kapasitas melakukan hal-hal serta melarikan diri, mempengaruhi saksi, maupun tidak kooperatif.
"Jadi penahanan itu sangat dibutuhkan, karena track record dari Pak Firli yang tidak kooperatif, yang dipanggil bahkan mangkir sampai dua kali."
"Sehingga, sangat perlu karena alasan subjektif karena itu tadi kekhawatiran," katanya.
Selain itu, kata dia, alasan objektifnya bahwa ancaman hukuman dalam kasus pemerasan oleh pimpinan KPK ini, di atas lima tahun.
"Sebagaimana diatur KUHP, ancaman hukuman di atas lima tahun ya ditahan," tegas Boyamin.
Dia menilai, ada potensi Firli Bahuri tidak ditahan, karena bisa mengajukan permintaan untuk tidak ditahan. Terlebih, beberapa kasus korupsi yang ditangani kepolisian rata-rata penahanan dilakukan belakangan.
Berbeda dengan KPK dan Kejaksaan, yang melakukan penahanan terhadap para tersangka korupsi.
"Ya karena kasus menjadi perhatian publik, mestinya ya lebih tegas, Polda berani melakukan penahanan," ujarnya.
Boyamin mengatakan, pihaknya akan menggugat secara praperadilan apabila penyidik Polda Metro Jaya tidak menahan Firli Bahuri usai pemeriksaan.
Hal tersebut karena Firli sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka penyidik sudah punya dua alat bukti yang cukup, sehingga harus berani melakukan penahanan.
"Kita dorong lah untuk dilakukan penahanan, tapi kalau nanti sampai beberapa saat juga tidak dilakukan penahanan, MAKI tetap seperti biasa mencadangkan gugatan praperadilan, karena penyidik tidak serius," tuturnya.
Boyamin menegaskan, publik akan kecewa apabila penyidik tidak menahan Firli.
Sebab, kata dia, apa pun proses penanganan korupsi harus lebih dari perkara umum.
"Harus lebih dari perkara umum, diselesaikan secepatnya dan diutamakan dari perkara lain," cetus Boyamin. (*)