PINUSI.COM - Forum Penyelamat Reformasi dan Demokrasi (FPRD) menduga telah terjadi kecurangan pada Pemilu 2024.
Dugaan kecurangan tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), baik sebelum hari H, pada hari H yakni 14 Februari 2024, dan pasca-hari H.
"Kami dari FPRD yang berisi sejumlah purnawirawan TNI-Polri, akademisi, dan tokoh masyarakat, menduga telah terjadi abuse of power yang dilakukan oleh Presiden."
"Ketidaknetralan Jokowi dengan melakukan intervensi terhadap MK, KPU, Bawaslu, DKPP, hingga bahkan melakukan pengerahan ASN, kepala desa, dan perangkat desa."
"Selain itu, juga telah terjadi intimidasi dan pengarahan pilihan rakyat yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di berbagai daerah."
"Kemudian soal politisasi bansos dan BLT, serta penyalahgunaan fasilitas negara untuk melakukan kampanye terselubung," ucap Professor Ikrar Nusa Bhakti di Jakarta, Senin (26/2/2024).
Dengan berbagai peristiwa yang telah terjadi berkaitan dengan hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU melalui aplikasi Sirekap dan peringatan serta anjuran dari Bawaslu dan keputusan DKPP, FPRD berpendapat hak angket mutlak harus dilakukan.
Karena, menurutnya hal ini telah memicu timbulnya gelombang demonstrasi dari masyarakat yang menolak hasil Pilpres 2024, dan hal tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintah.
"Kita mendorong supaya partai-partai politik, baik di paslon 1 atau 3 yang memang ingin mengajukan hak angket itu, benar-benar melakukannya, karena hal ini juga merupakan bagian dari tatanan demokrasi."
"Dengan melakukan hak angket di DPR, maka hal ini menjadi taruhan politik sebuah partai di mata publik."
"Jangan yang tadinya misalnya menggebu-gebu ingin hak angket tapi kemudian dia mundur gara-gara ada tawaran masuk untuk duduk di dalam kabinet."
"Kalau ini yang terjadi, maka akan menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada partai-partai politik tersebut."
"Melakukan hak angket bukan berarti kita meng-impeachment Presiden Jokowi ya, tapi lebih kepada mengupas tuntas permasalahan yang bangsa ini tengah hadapi untuk 5 tahun ke depan."
"Dalam sistem politik Indonesia itu, DPR sebagai lembaga legislatif yang membuat undang-undang itu punya hak untuk mempertanyakan dan menyelidiki kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi dari hak angket yang digelar," paparnya.
Pengajuan hak angket di DPR menjadi pertaruhan politik, jika benar-benar diloloskan, akan membuat kepercayaan publik kepada partai-partai politik tersebut tinggi.
Tapi kalau tidak lolos karena misalnya mengundurkan diri atau tidak jadi mengajukan hak angket, publik akan menilai sebaliknya.
"Menurut saya, dalam pengajuan hak angket tapi di tengah jalan ternyata mereka udah masuk angin gara-gara misalnya takut, apa namanya itu, masa depannya enggak jelas karena tidak masuk kabinet atau mendapatkan tawaran-tawaran yang mengiurkan, maka parpol itu tidak pantas untuk dipilih lagi pada pemilu lima tahun mendatang ya oleh masyarakat."
"Baik hak angket maupun ingin melaporkan di Mahkamah Konstitusi, maka prosesnya bisa berjalan sendiri-sendiri atau berdampingan atau saling menunggu," bebernya. (*)