PINUSI.COM - Maraknya aksi kriminal yang disebut 'Klitih' di Yogyakarta, membuat resah masyarakat, tak terkecuali para wisatawan yang akan berkunjung ke Yogyakarta, maupun warga pendatang yang ingin menetap di kota pelajar tersebut.
Raja Yogya pun angkat bicara.
Sri Sultan Hamengkubuwono X mengungkapkan, pihaknya sudah memiliki program yang disebut Jaga Warga.
"Program Jaga Warga sendiri hadir untuk mewujudkan ketertiban masyarakat, sekaligus juga untuk mengawasi perilaku anak muda."
"Program ini saya bangun di setiap kelurahan, agar dapat melakukan pengecekan keamanan yang ada di level paling bawah," ungkap Sultan.
Guna mewujudkan ketertiban masyarakat, kehadiran program 'Jaga Warga' dimaksimalkan dengan cara setiap kelompok yang berjumlah maksimal 25 orang di setiap kampung, memiliki tugas dalam membantu menyelesaikan konflik sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
"Orang-orang yang tergabung dalam program ini, mereka bertindak sebagai perwakilan warga dalam menyampaikan aspirasi, membantu pranata sosial masyarakat serta ikut menjaga ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat," jelas Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Dikomandoi oleh tokoh-tokoh desa setempat, Sri Sultan yang telah menjabat sebagai Gubernur Yogyakarta selama 23 tahun ini mengatakan, program tersebut membuat warga merasa nyaman, sehingga meminimalisir aksi kejahatan Klitih.
"Program ini bukan hanya untuk menjaga keamanan saja, akan tetapi juga membuat warga nyaman, karena masyarakat sendiri yang memilih tokoh-tokohnya."
"Jadi orang-orang yang mengisi program Jaga Warga itu dipilih oleh lurah, untuk kita fasilitasi menjaga nyamannya seluruh warga masyarakat di setiap desa."
"Dan mereka inilah yang memberikan pemahaman kepada anak-anak muda. Bagaimana harus bersikap berperilaku yang kemungkinan terlalu bebas," ucapnya.
Dan berkat program Jaga Warga yang dibentuk oleh Sultan, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Pemda DIY, persentase aksi kejahatan Klitih menurun drastis.
"Sekarang di DIY tidak ada lagi klitih karena sudah jadi kepedukuhan."
"Begitu kita melakukan studi, hasilnya sudah turun menjadi 83 persen."
"Dan hal ini bisa berhasil karena mereka yang mengingatkan warganya sendiri, bukan perangkat seperti pihak kepolisian," terangnya. (*)