PINUSI.COM - Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan sempat menyinggung pentingnya air bersih sebagai upaya promotif preventif kesehatan. saat debat kelima yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu (4/2/2024).
Pernyataan Anies ini pun dikritisi politikus PSI Eneng Malianasari, yang justru menguliti bobroknya pengelolaan air bersih yang dilakukan Anies selama menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
“Kenyataannya begitu beliau selesai menjabat sebagai Gubernur DKI, Pak Anies meninggalkan banyak PR untuk penyediaan air bersih di Jakarta,” ucapnya lewat keterangan tertulis, Kamis (8/2/2024).
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta ini pun menyampaikan enam catatan terkait buruknya pengelolaan air bersih yang dilakukan Anies di Jakarta, yakni:
1. Penyediaan layanan air di 6 kampung prioritas yang ada dalam Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Nomor 49/2021 yang seharusnya terpenuhi pada Desember 2021, pada akhirnya hanya terlaksana di 2 kampung, ketika Anies selesai menjabat Gubernur.
2. Non Revenue Water (NRW) atau tingkat kebocoran air di DKI Jakarta pada masa akhir jabatan Gubernur Anies masih jauh dari target yang seharusnya ditekan sekitar 37,9 persen, namun kenyataanya hanya tercapai di kisaran 46,67 persen.
Angka tersebut pun mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya di angka 45,06 persen, padahal dalam RPJMD disebutkan, salah satu target adalah menurunkan NRW.
Tingginya NRW ini disebabkan pencurian air karena kelalaian PD PAM Jaya dalam pengecekan pipa, dan sudah tuanya pipa tanpa ada penyambungan pipa baru
3. Tidak adanya sikap tegas untuk memutus swastanisasi air, bahkan Anies menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nimor 891 tahun 2020 tentang Perpanjangan Kontrak swastanisasi air di DKI Jakarta.
Padahal, sudah ada temuan resiko kerugian negara oleh KPK senilai Rp 1,2 triliun karena swastanisasi air.
Pergub dicabut satu tahun kemudian setelah ada desakan dari berbagai pihak
4. Tugas Pemprov DKI Jakarta untuk mendorong pembangunan SPAM Karian dan Jatiluhur selama periode Anies, selalu terkendala anggaran dan konsesi pembangunan.
Akibatnya, selama 5 tahun Anies hanya mampu meningkatkan 6 persen cakupan layanan air bersih.
5. Cakupan air bersih di DKI Jakarta saat masa akhir jabatan Anies Baswedan masih pada angka 66 persen, atau hanya bertambah 6 persen dari tahun 2018, padahal janjinya mencapai 79.61 persen.
Sementara, antrean panjang pendaftaran untuk pemasangan pipa PD PAM terjadi di berbagai wilayah seperti di Kelurahan Jelambar, Kelurahan Wijaya Kusuma, dan Kelurahan Sukabumi Utara, dengan alasan minimnya suplai air bersih.
6. Dampaknya, masih ada 34 persen warga DKI Jakarta yang membeli air bersih dengan harga mahal di kawasan yang belum terjangkau PAM.
Sehingga, terdapat beberapa kawasan dengan harga air bersih lebih mahal daripada air yang dijual ke hotel berbintang.
Hak asasi manusia terkait air bersih harus diutamakan, selain daripada manfaat kebersihan, juga terdapat ekonomi berbiaya tinggi jika dibiarkan. (*)