PINUSI.COM - Dirty Vote garapan jurnalis investigasi Dandhy Dwi Laksono menjadi perhatian publik, setelah film dokumenter yang membongkar dugaan kecurangan Pemilu 2024 itu tayang pada 11 Februari 2024.
Banyak pihak yang mengutuk keras dokumenter itu, lantaran dinilai hanya memojokkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
Bahkan, banyak yang menilai Dirty Vote adalah garapan para partisipan calon tertentu yang ingin memojokkan lawannya.
Dokumenter ini menghadirkan tiga tokoh utama yang kesemuanya adalah pakar hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Berikut ini sepak terjang ketiga pakar hukum tersebut:
Bivitri Susanti
Bivitri Susanti merupakan pakar hukum tata negara sekaligus dosen di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Perempuan kelahiran 5 Oktober 1974 itu juga dikenal sebagai pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), yang ia bangun sejak masih menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Indonesia.
Dia menamatkan studinya di kampus tersebut pada 1999.
Setelah lulus dari UI, ia melanjutkan pendidikan magisternya di Universitas Warwick, Inggris pada 2002.
Lalu, melanjutkan jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat.
Bivitri juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan aktivisme maupun organisasi di Indonesia.
Dirinya juga aktif ikut serta dalam kegiatan pembaruan hukum dengan merumuskan beberapa konsep dan langkah pembaruan.
Beberapa rumusan yang telah dilakukan oleh Bivitri di antaranya Koalisi Konstitusi Baru pada 1999-2002, penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan pada 2005-2007, Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah pada 2007—2009, dan advokasi berbagai undang-undang.
Zainal Arifin Mochtar
Zainal Arifin Mochtar adalah Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta.
Dia adalah jebolan fakultas hukum di kampus tempat kerjanya seakarang ini pada 2003 lalu.
Pada 2006, Zainal Arifin Mochtar merampungkan studi di Northwetern University, lalu kembali ke UGM untuk menuntaskan pendidikan S3 jurusan Ilmu Hukum pada 2012.
Selain dikenal sebagai tenaga pengajar dan pakar hukum tata negara, Zainal juga aktif di berbagai organisasi hukum dan anti korupsi.
Dia tercatat sebagai anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2007; Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), dan Fakultas Hukum UGM pada 2008-2017.
Dia juga tercatat sebagai anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Nomor 35 Tahun 2020 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Pada 2016 hingga 2019, dia menjabat anggota Komisaris PT Pertamina EP, setelah purna tugas sebagai anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan periode 2015 hingga 2017.
Lalu pada 2022, ia ditunjuk sebagai Anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Tahun 2023, Zainal didapuk sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan periode 2023-2026.
Feri Amsari
Feri Amsari tercatat sebagai Dosen di Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Sebelum mengabdi di perguruan tinggi ini, pria kelahiran 2 Oktober 1980 tersebut juga tercatat sebagai alumni Unand.
Jenjang pendidikan S1 dan S2 dirampungkan di kampus ini, dan melanjutkan studinya ke William & Mary Law School, Amerika Serikat.
Dikutip dari laman Unand, ia juga menjabat Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Unand.
Feri bergabung dengan Pusako sejak Desember 2004.
Sebagai pakar hukum tata negara, Feri aktif menulis di berbagai media cetak lokal maupun nasional, seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Padang Ekspress, Singgalang, dan Haluan. (*)